Beliau adalah Saiyid Ahmad
Al Muhajir bin Isa Al Naqieb bin Muhammad bin Ali Al Uraidli bin Ja’far Al
Shadiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al Imam Al Husain Al
Sibth bin Al Imam Ali bin Abi Thalib dan
Fatima Al Zahra Putri Nabi Muhammad SAW.
Biografi Al Imam Al
Muhajir
Al Imam Al Muhajir Ahmad
bin Isa lahir di kota Bashra Iraq tempat tinggal keluarga dan sanak saudaranya,
para ahli sejarah berselisih tentang tanggal kelahiran Al Imam Al Muhajir,
namun Saiyid Muhahammad Dhiya’ Shihab dalam kitab beliau yang berjudul Al Imam
Al Muhajir mengatakan: sejauh
pengetahuan kami tak seorang pun yang mengetahui umur Al Imam Al Muhajir secara
pas, boleh jadi karena literature yang mengungkapkan hal tersebut telah sirna,
akan tetapi dari sedikit data yang kami miliki kami dapat mengambil satu
kesimpulan, dan boleh jadi kesimpulan yang kami ambil ini sesuai dengan fakta, lalu dia mengatkan setelah dipelajari
dan diperbandingkan dari sejarah pekerjaan anak-anak beliau dan sebagian
guru-guru beliau, bisa disimpulkan bahwa Al Imam Al Muhajir dilahirkan pada
tahun 273 H. Saiyid Salim bin Ahmad bin
Jindan mengatakan di kitab Muqaddimah Musnad-nya bahwa Al Muhajir belajar
kepada Al Nablisi Al basri ketika beliau berumur 4 th, dari sini disimpulkan
bahwa beliau dilahirkan pada 279H.
Al Muhajir tumbuh dan
berkembang dibawah Asuhan kedua orang tua nya dengan nuansa keilmuan religi
yang sangat kental, demikina diungkapkan oleh Saiyid Muhammad bin Ahmad Al
Shatiri, dalam kitabnya Adwaar Al Tarikh Al
Hadhramy.
Masa yang dilalui Al
Muhajir adalah masa yang dipenuhi dengan ragam peradaban dan warna-warni ilmu
pengetahuan, seperti ilmu Shariah, filsafat, falak, satra, tasawuf, matematika
dan lain-lain, dikatakan bahwasanya Al Muhajir banyak mengambil riwayat dari
ulama’ pada zamannya, diantara mereka, Ibnu Mundah Al Asbahani, Abdul Karim Al
Nisai, Al Nablisi Al bashri, banyak pula para ulama’ yang mengambil riwayat
dari nya seperti Alhafidh Al Daulabi (di bashrah 306H), Ibnu Shaid, Al Hafidh
Al Ajury, Abdullah bin Muhammad bin Zakariya Al Aufi Al Muammar Al Bashri,
Hilal Haffar Al Iraqi, Ahmad bin Said Al Ashbahani, Ismail bi Qasim Al Hisasi,
Abu Al Qasim Al Nasib Al Baghdadi, Abu Sahl bin Ziyad, dan lain-lain.
Sebagaimana disebutkan
bahwa masa ini makmur dengan ilmu dan budaya namun disisi lain masa ini pun
marak dengan fitnah, pertikaian, bentrok pemikiran dan senjata, Al Muhajir
memandang masa itu sebagai masa kritis yang penuh dengan cobaan dan
penderitaan, Negara-negara islam mulai meleleh persatuan pandangan dan
politiknya, dan berkembang menjadi unstabilitas
sosial dan pertumpahan darah.
Revolusi Negro dan Fitnah
Karamitah
Kehidupan Al Muhajir
semenjak muda hingga dewasa diwarnai dengan guncangan-guncangan social dibashrah[1] dan Iraq secara umum, mulai dari
revolusi negro yang berawal pada tahun 225, pada masa pemerintahan Negri
Abbasiyah, sampai fitnah yang disebarkan oleh Karamitah, sebuah sekte yang
dipimpin oleh Yahya bin Mahdi di Bahrain, dia dengan para pengikutnya bekerja
keras untuk membiuskan paham-pahamnya disemua lapisan masyarakat dan
menggunakan situasi guncang akibat revolusi negro dan fitnah Khawarij untuk memepercepat
pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Terpencarnya Bani Abi
Thalib
Seorang Ahli Sejarah,
Abdullah bin Nuh menuliskan dalam tambahannya untuk kitab Al Muhajir hal 37
tentang kesaksian Al Muhajir tentang terpencarnya Bani Alawi ke penjuru dunia,
seperti India, Sumatra, kepulauan Ujung timur, dan perbatasan cina, yang mana
hal ini merupakan sebab tersebarnya agama islam diseluruh dunia.
Kepribadian Al Muhajir di
Bashrah[2]
Kepribadian Almuhajir
dibentuk oleh suasana yang penuh dengan pertentangan, ilmu, sastra, falsafat,
pertumpahan darah, rasa takut, pertikaian disamping giatnya gerakan roda
perdagangan dan pertanian, bahkan Almuhajir menyaksikan kapal-kapal besar
bersandar di Bashrah dengan membawa barang dagangan hasil bumi, dan orang-orang
dari berbagai bangsa. Keluarga Al Muahajir termasu keluarga terhormat yang
bersih hatinya, penuh keberanian, kedudukan dan kekayaan dibarengi dengan taqwa
dan istiqamah. Saudara Al Muhajir Muhammad bin Isa adalah panglima perang dan
pemimpin expansi wilayah islam.
Hijrah Al Muhajir dari
Bashrah
Hijrah Al Imam Al Muhajir
di dorong oleh keinginan untuk menjaga dan melindungi keluarga dan sanak
familinya dari bahaya fitnah yang melanda Iraq diwaktu itu.
Dengan berbagai
pertimbangan akhirnya Al Muhjir memutuskan untuk hijrah ke hijaz, maka
disodorkanlah berbagai alasan untuk meyakinkan keluarga dan sanak familinya
untuk meninggalkan bashrah, dan mereka pun menyetujui usulan Al Muhajir. Hijrah
Al Muhajir terjadi pada 317 H dari
Bashrah ke Al MAdinah Al Munawwarah. Diantara keluarga dan sanak famili Al
Muhajir yang ikut berhijrah bersama Al Muhajir adalah:
1. Al Imam Al Muhajir Ilaa
Allah Ahmad bin Isa.[3]
2. Zainab binti Abdullah
bin Hasan Al Uraidli Isteri Al Muhajir
3. Abdullah bin Ahmad
putra Al Muhajir
4. Ummul Banin binti
Muhammad bin Isa bin Muhammad Isteri
Abdullah bin Ahmad.
5. Ismail bin Abdullah bin
Ahmad yang dijuluki dengan Al Bashry
6. Al Syarif Muhammad bin Sulaiman
bin Abdillah kakek Keluarga Al Ahdal[4].
7. Al Syarif Ahmad Al
Qudaimi kakek keluarga Al Qudaim [5]
8. 70 orang dari
oarng-orang dekat Al Muhajir diantara mereka: hamba sahaya Al Muhajir, Jakfar
bin Abdullah Al Azdiy, Mukhtar bin Abdullah bin Sa’ad, dan Syuwaiyah bin Faraj
Al Asbahani.
Rombongan Al Muhajir
berhijrah ke madinah melalui jalan Syam karena jalan yang biasa dilalui kurang
aman[6], dan sampai di Madinah pada
tahun 317, konon di tahun ini terjadi fitnah besar di Al Haramain, gerakan Karamithah
masuk ke Makkah Al Mukarramah di musim haji dan membuat keributan di sana serta
mengambil hajar aswad dari tempatnya[7]. Pada tahun berikutnya 318H Al Muhajir
beserta keluarga berngkat ke Makkah untuk melaksanakan Ibadah Haji, konon para
jamaah haji pada tahun itu hanya meletakkan tangan mereka di tempat hajar
aswad, disaat melaksanakan Ibadah haji Al Muhajir bertemu dengan rombongan dari
Tihamah dan Hadhramaut, belajarlah mereka dari Al Muhajir ilmu dan akhlak, dan
mereka menceritakan kepada Al Muhajir tentang fitnah Al Khawarij di Hadhramaut
dan mengajak Al Muhajir untuk membantu mereka menyelesaikan fitnah itu lantas
Al Muhajir menjanjikan untuk datang ke negeri mereka.
Perjalanan ke Tihamah dan
Hadhramaut.
Hadhramaut pada waktu itu
berada dibawah pengaruh Abadhiyah suatu gerakan yang dipelopori oleh Abdullah
bin Ibadh Al Maady, gerakan ini pertama kali muncul pada abad kedua hijriah
dibawah pimpinan Adullah bin Yahya Al Amawi yang menjuluki dirinya sebagai
pencari kebenaran[8].
Al Mas’udi dalam kitab
sejarahnya menuliskan “Alkhawarij masuk Hadhramaut dan pada saat itu kebanyakan
penduduknya adalah pengikut aliran Ibadhiyah dan sampai saat ini (332 tahun
penulisan buku tersebut) dan tidak ada perbedaan antara Khawarij yang ada di
Hadhramaut dengan yang ada di Oman. Akan tetapi aliran Ibadhiyah dan Ahlu
Sunnah tetap hidup di Hadhramaut
meskipun pengaruh Khawarij lebih menyeluruh di wilayah Hadhramaut samapi
datangnya Al Muhajir.
Mengapa Al Muhajir memilih
untuk berhijrah ke Hadhramaut?
Dhiya Syihab dalam
kitabnya Al Imam Al Muhajir mengatakan, apakah motivasi Al Muhajir untuk
berhijrah ke hadhramaut adalah harta? Hadhramaut bukanlah negri yang berlimpah
harta dan dia pun seorang yang kaya raya, ataukah hijrah Al Muahjir adalah untuk membantu rakyat
hadhramaut, dan mencegah merembetnya fitnah Karamitah yang terus meluas?
Sebenarnya kondisi dan peristiwa-peristiwa diatas adalah alas an utama kenapa
Al Muhajir berhijrah ke Hadhramaut, sesuai ayat “Alam takun ardlu Allahi
waasi’atan fatuhaajiruu fiihaa” artinya tidakkah bumi Allah itu luas sehingga
kamu berhijrah dan hadist ” yuu syiku an
yakuuna khairu maali al muslim ghanamun yatba’u biha sya’afa al jibal wa
mawaqi’a alqatar ya firru bidiinihi min al fitan” artinya dikhawatirkan akan
dating suatu masa dimana harta yang paling berharga bagi seseorang adalah
kambing, dia membawanya kearah pegunungan dan kota-kota untuk melarikan diri
menyelamatkan agamanya dari fitnah. Maka Allah menjadikan hijrah Al Muahajir ke
Hadramaut sebagai donator dan petunjuk sebab dengan hartanya Al Muhajir membangun
banyak infrastruktuk yang lapuk dimakan zaman dan dengan kehadirannya Allah
menyadarkan banyak dari orang-orang yang fanatic buta kepada Kahawarij.
Rombongan Al Muhajir
diantara Tihamah dan Hadhramaut.
Saiyid Muhammad bin
Sulaiman Al Ahdal salah satu dari anggota rombongan memutuskan untuk menetap di
Murawa’ah di Tihamah[9], sedangkan saiyid Ahmad Al Qudaimy memutuskan untuk
menetap di lembah Surdud di Tihamah, dan dengan izin Allah SWT mereka menjadi
tonggak berkembangnya keturunan Nabi Muhammad SAW di negri tersebut, adapun Al
Muhajir dia tetap meneruskan perjalanan hingga sampai di desa Al Jubail di lembah Doan, konon
penduduknya merupakan pecinta keluarga Nabi Muhammad SAW dan mereka dapat
banyak belajar dari Al Muhajir, kemudian pindah ke Hajren disana terdapat Al Ja’athim termasu kabilah Al
Shaddaf yang merupakan pengikut aliran Sunny[10], disana Al Muhajir mangajak
semua golongan untuk bersatu di bawah panji islam dan mempererat tali
persaudaraan diantara mereka, maka banyaklah diantara orang-orang kahawarij
yang sadar dan taubat kembali kejalan yang benar, ketika di Hajren Al Muhajir
ditemani dan dibela oleh para petua dari
kabilah ‘afif. Al Muhajir membeli rumah dan kebun korma di hajren yang kemudian
dihibahkan ke hamba sahaya nya Syuwaiyah sebelum pindah dari Hajren.
Dan setelah keluar dari
Hajren Al Muhajir singgah dan bertempat tinggal di kampung Bani Jusyair didekat
desa Bur yang mana penduduknya pada saat itu adalah Sunny, disitu Al Muhajir
berdakwah dengan sabar dan sopan, kemudian pindah lagi ke desa Al
Husaiyisah[11] dan disana membeli tanah perkebunan yang dinamakan Shuh di atas desa Bur. Pada periode ini Al
Muhajir banyak menarik perhatian orang di daerah itu sehingga mereka banyak
mengikut langkah sang Imam, kecuali beberapa golongan dari kahawarij, hal ini
yang menyebabkan Al Muhajir mendatangi mereka untuk memahamkan mereka.
Al Imam Al Muhajir dan
Khawarij
Hadirnya Al Muhajir di
Hadhramaut merupakan peristiwa besar
dalam sejarah, sebab kehadiran Al Muhajir di Hadhramaut membawa perubahan besar
di daerah itu, Yaman ketika itu diperintah oleh Al Ziyad di Yaman utara, namun
penduduk Hadhramaut memiliki hak untuk menetukan perkara mereka, tidak semua
penduduk Hadhramaut pada saat itu bermadzhab Ibadhi, terbukti keluarga Al
Khatib dan Ba Fadhal dari Tarim pada saat itu masih berpegang teguh dengan
aliran yang benar.
Imam Muhajir selalu
berdiskusi dengan para pengikut
Abadhiyah dengan bijaksana dan teladan yang mulia, yang mana hal ini menjadi
daya tarik tersendiri bagi para lawan diskusinya dan menimbulkan simpati
mereka, Khawarij adalah mazhab yang menerima diskusi tentang madzhab mereka dan
mereka pun banyak berdiskusi dengan para ulama di banyak hal, sedangkan Al Imam
Al Muhajir merupakan sosok yang ahli dalam hal meyakinkan lawan bicara. Hal ini
juga diungkapkan oleh Al Saiyid Al Syatiri dalam kitabnya “Al Adwar” halaman
123, sehingga aliran Al Abadhi perlahan-lahan terkikis dan habis di hadhramaut
dan digantikan dengan mazhab Al Imam Syafii dalam hal pekerjaan dan Imam Al
Asy’ary dalam hal Aqidah.
Adakah bentrok senjata
antara Al Muhajir dan Khawarij?
Para ahli sejarah
berselisih pendapat tentang terjadinya kontak senjata antara Al Muhajir dengan
Khawarij, sebagian menyatakan terjadinya hal itu dan meriwayatkan kemenangan Al
Muhajir atas kaum Khawarij, sebagian lagi menafikan hal tersebut.
Saiyid Al Syathiri dalam
kitabnya “Al Adwar” menafikan terjadinya kontak senjata diantara kedua belah
pihak, dkatakanjuga bahwa pendapat ini di ambil karena dari sekian referensi
sejarah yang ada pada nya tidak satupun yang memaparkan tentang terjadinya
kontak senjata diantara kedua belah pihak demikian juga para penulis sejarah
Hadhramaut dari kurun terakhir[12], adapun Saiyid Dhiya Syihab dan Abdullah bin
Nuh dalam kitab Al Muhajir menyatakan terjadinya perang Bahran[13] namun
keduanya tidak mencantumkan referensi yang memperkuat pendapat tersebut.
Saiyid Abdul Rahman bin
Ubaidillah mengatakan bahwa Al Muhajir dan putra-putra nya terus menrus
melancarkan argument-argumen kepada Ibadhiyah sampai mereka kehabisan dalil dan
pegangan, dikatakan juga bahwa Al Muhajir melumpuhkan kekuasaan Abadhiyah dengan cara melancarkan argument-argumen yang
membuktikan kesalahan mazhab mereka, Syeh Salim bin Basri mengatakan Al Muhajir
membuka kedok bid’ah Khawarij dan membuktikan kesalahannya, pendapat keduanya
didukung pula oleh Al Faqih Al Muqaddam.
Al Imam Al Muhajir dan
nasab mulianya
Sebagian penulis
mengangkat tajuk pada tulisan mereka mengenai nasab Ahlu Bait Nabi Muhammad
SAW, banyak diantara mereka yang menanamkan keraguan tentang Ahlu bait,
motivasi mereka untuk mengangkat tema itu bermacam-macam diantara mereka ada
yang hanya ingin mendapatkan pencerahan sehingga lebih meyakinkan mereka, ada
pula diantara mereka yang ingin menjatuhkan Ahlu bait karena iri dan dengki
terhadap mereka.
Berangkat dari kenyataan
ini Al Imam Al Muhajir sebelum berangkat ke Hadhramaut telah menyusun nasabnya
dan anak-anaknya smapai Rasulullah SAW, sebelumnya keluarga Al Muhajir nasab
dan silsilahnya sudah terkenal di kota Bashrah, seandainya bukan begitu ini
merupakan titik lemah yang bisa digunakan oleh Khawarij untuk menumbangkan
dalill-dalil Al Muhajir.
Sepeninggal Al Imam Al Muhajir beberapa orang ulama
Hadhramaut berinisiatif untuk mencari bukti yang membenarkan nasab Al Imam Al
Muhajir, Syeh Ba Makhramah dalam kitab tarikh nya mengatakan: Ahmad bin Isa
ketika datang di Hadhramaut, penduduk kota itu mengakui kemulyaan dan
keagungannya, lantas mereka ingin membuktikan pengakuan mereka lantas 300 orang
mufti di Tarim pada saat itu mengutus seorang ahli hadist Al Imam Ali bin
Muhammad bin Jadid ke Iraq untuk membuktikan hal tersebut[14], lantas sang imam
pulang dengan membawa nasab mulia Al Muhajir.
Saiyid Alwi bin Thohir
membeberkan masalah ini di salah satu artikelnya yang di muat di majalah
Rabithah Alawiyah(2/3:95M) dan mengatakan, kemulayaan Al Muhajir, keberadaan
famili dan handai taulannya di Bashrah, tinggalnya Muhammad putra Al Muhajir di
bashrah untuk menjaga harta bendanya, dan putra putri Ali, hasan, dan Husain,
kedatangan Saiyid Jadid bin Abdullah untuk melihat harta benda itu, kesaksian
penduduk Iraq akan kebenaran nasab Al Muhajir dan pengembangan harta Al Muhajir
dari Iraq oleh anak cucunya di Hadhramaut, adanya saudara dan ipar Al Muhajir
di Iraq, adanya hubungan yang continyu diantara mereka, adanya kabilah Bani
Ahdal dan Bani Qudaim di Yaman, ini semua merupakan bukti akan kebenaran nasab
Al Muhajir, tidaklah mudah bagi Saiyid Ali Bin Muhammad bin Jadid untuk mendapatkan bukti ini sepeninggal
kakek-kakenya selama bertahun-tahun bila nasab tersebut tidak terkenal di
Bashrah, karena Ali dilahirkan di Hadhramaut bergitu juga Ayahnya Muhammad bin
Jadid, akan tetapi hubungan antara mereka dengan keluarga yang di Iraq setelah
kepergian mereka tidak putus.
Diantara para penulis yang
mengulas luas tentang nasab Al Muhajir da puta-putra nya adalah:
1. Al Majdi, Al Mabsuth,
Al Masyjar, yang ditulis oleh Ahli nasab, Abu Hasan Najm Al Diin Ali bin Abi Al
Ghanim Muhammad bin Ali Al Umri Al
Bashri, meninggal tahun 443.
2. Tahdhib Al Ansaab,
Tulisan tangan Al Allamah Muhammad bin Ja’far Al Ubaidli, meninggal tahun 435.
3. Umdatu Al Thalib Al
Kubra, ditulis oleh ahli nasab Al Allamah Ibn Anbah Jamal Al Diin Ahmad bin Ali
bin Husain bin Ali bin mihna Al Dawudi.
4. Al Nafhah Al Anbariyah
Fi Ansab Khairil Briyah, ditulis oleh Al Allamah Ibn Abi Al Fatuh Abi Fudhail Muhammad Al Kadhimi, meninggal
tahun 859.
5. Tuhfatu Al Thalib Bi
Ma’rifati Man Yantasib Ilaa Abdillah Wa Abii Thalib, ditulis oleh Al Allamah Al
Muarrikh Abi Abdillah Muhammad bin Al Husain Al Samarqandi Al Makky, meninggal
tahun 996.
6. Zahru Al Riyadh Wa Zalalu Al Hiyaadl, ditulis oleh Al Allamah
Dlamin bin Syadqam, meninggal tahun 1085.
Ibn Anbah dan AL Imam Al
Murtadla memiliki dua kitab berbeda tentang nasab ini dan belum dicetak, adapun
kitab yang ditulis secara modern tentang nasab Ahlu bait antara lain Dirasaat
Haula Ansaab Alu bait oleh Saggaf bin Al Alkaff., Tazwiid Al Rawi oleh Saiyid
Muhammad bin Ahmad Al Syathiri. Jadi permasalahannya sekarang bukan karena
kurangnya literature atau referensi tapi karena hilangnya prinsip amanah dan
hantaman dari para pengkhiyanat, juga karena kurangnya tingkat pengetahuan
syariah sebagian Ahlu bait dan terpengaruhnya mereka oleh budaya orientalist,
yang terus merongrong zona islam.
Meninggalnya Al Imam Al
Muhajir
Setelah perjuangan yang
tanpa mengenal lelah dan penuh kesabaran Al Imam Al Muhajir berhasil menanamkan
metode Da’wah ila Allah dengan cara khusus beliau, dan berhasil pula menanamkan
paham Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Hadhramaut, akhirnya Al Muhajir berpulang
kehadirat Allah SWT pada tahun 435 H, dan di makamkan di Al Husyaisyiah
tepatnya di Syi’b Makhdam, dan dapat diziarahi sampai hari ini.
Dimakamkan pula disekitar
Kuba Al Muhajir Saiyid Al Allamah Ahmad Al Habsyi, dahulu diadakan setiap
tahunnya peringatan masuknya Al Imam Al Muhajir ke Hadhramaut kemudian peringatan
ini sempat terputus, lalu diadakan lagi namun dalam bentuk lebih terbatas, dan
pada tahun 1422H ditambahkan nbeberapa peringatan yang sesuai dengan zaman,
seperti seminar tentang samapainya Al Imam Al Muhajir di Hadhramaut, yang diisi
didalamnya denagn study tentang sosok Al Muhajir, sejarah, ilmu, dan pengaruh
perpindahannya ke Hadhramaut dalam kuliah-kuliah yang diadakan di Tarim dan
Seiyun, dan harapan kami hal ini akan menjadi adat setiap tahun yang akan
membiaskan gambaran ilmu dan sejarah yang telah ditorehkan oleh sekolah Al
Muhajir dan orang-orang setelahnya demi membela islam, umat, dan negri.
[1] .oranr-orang negro
mengadakan revolusi di effrat Basharh dibawah pimpinan seseorang dari Azarigah
dari desa Drifin bernama Bahlul dan menjuluki dirinya Ali bin Abdul Rahim dari
qabilah Abdul qais dari Bahrain, dia menggembar-gemborakan pembebasan para budak
di Basrah dan sekitarnya, akhirnya dia berhasil mengambil hati para budak dan
mengajak mereka untuk meninggalkan tuan-tuan mereka, lalu dia pindah ke Baghdad
selam setahun kemudian kembali lagi ke Bashrah dan diperangi oleh Al Mu’tamad
pada tahun 256 namun kemenangan ada di tangan para orang negro, sehingga
penduduk Basrah pun meninggalkan negri mereka, tahun 357 orang-orang negro
menguasai Bashrah dan banyak membantai penduduknya serta merusak dan membakar
masjid-masjid serta menyalakan api diseluruh penjuru kota. (Al Muhajir)12-22.
Disebutkan juga bahwa
diantara factor yang menyebabkan kemenangan orang negro adalah pertahanan kota
sangat rapuh disebabkan karena perpecahan partai, tampaknya kota ini saat itu
dilanda pertikaian antara Rabi’iyin yaitu Syiah, dan Al Sa’adiyin yaitu Sunny
(Al Muhajir)23. masa kekuasaan Orang-orang negro berakhir pada tahun 280
setelah perang yang berlangsung selama 14 tahun, namun pengaruh fitnah ini
berlangsung lama sekali.
[2] . Abdullah bin Nuh di
tambahannya untuk kitab Al Muhajir mengatakan: Ahmad Al Muhajir adalah sosok
yang sangat dermawan, berwibawa, berilmu dan senang menyantuni yang lain,
kakeknya Muhammad bin Ali adalah putra bungsu ayahnya, lahir di Madinah Al
Munawarah kemudian pindah ke Bashrah dan meninggal disana pada tahun 203, kakek
Al Muhajir Ali Al Uraidli bin Imam Jakfar Al Shadiq, dinamakan al Uraidli
karena dilahirkan di Al Uraidl suatu daerah berjarak 4 mil dari madinah, kakek
AL Muhajir merupakan putra bungsu Ayahnya ditinggal mati ayahnya pada saat dia
masih kecil lantas berhijrah bersama sudaranya Muhammad bin Ja’far ke Makkah
ketika kakaknya melakukan gerrakan disana, dan berhijrah bersama Muhammad bin
Muhammad bin Zaid ketika dia memimpin gerakannya di Iraq, lantas ke Khurasan
kemudian Bashrah, penduduk Kufah mengundang beliau untuk singgah di sana,
lantas beliau berangkat kesana dan tinggal disana beberapa waktu, ketika itu
paenduduk Kufah benyak mengambil faidah dari keberadaan beliau, meninggal tahu
210 .
[3] . Para ahli sejarah
sepakat untuk menjuluki Ahmad bin Isa dengan julukan Al Muhajir semenjak beliau hijra dari Iraq ke Hijaz yang
kemudian menetap di Hadhramaut, Saiyid Muhammad bin Ahmad Al Syathiri dalam
kitab “Al Adwar” menuturkan, sebab penjulukan Ahmad bin Isa dengan Al Muhajir
karena dia Hijrah dari Bashrah ke Hadhramaut dengan sebab perbaikan, terutama
jaminan keselamatan agamanya dan agama para pengikutnya, dan hijrah yang
semacam ini bukan termasuk hijrah Bid’ah, karena hijrah semacamini sudah biasa
dilakukan olah keluarga Nabi SAW, dimulai dari hijrah beliau dari Makkah ke
Madinah yang kemudian diikuti oleh Al Imam Ali bin Abi Thalib ketika berhijrah
ke Iraq Dari Hijaz, dan anak turunnya seperti Al Imam Husain bin Ali, Al Imam Zaid bin Ali bin
Husain, Muhammad bin Nafs Al Zakiyah bin Abdullah Al Mahdh bin Al Husain Al
Muthanna bin Al Hasan Al Sabt dan kedua saudaranya Ibrahim dan Idris moyang
Bani Adarisah di Maghrib, dan lain-lain.(Al Adwar)(1:156)
[4] . Al Syarif Muhammad
bin Sulaiman bin Abdullah bin Isa bin Alawi bin Muhammad bin Hamham bin Aun bin
Al Imam Musa Al Kadhim bin Ja’far Al Shadiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Al
Uraidli….
Demikian disebutkan Sayyid
Ali bin Al Husain Al Ahdal dalam kitab Bughyatu Al Thalib Li Ma’rifati Awlaad
Ali bin Abi Thalib, Al Ahdal adalah julukan yang diambil dari kata Al Adna yang
berarti terdekat, keturunan Bani Ahdal berkembang di Yaman Utara.
[5] . Sebagian kitab
tentang nasab menyebutkan nasab Bani Al Qudaimi diantaranya Al Sirah Al
Mustafawiyah Wal Ansab Al fathimiyah
yang ditulis oleh Al Allamah Saiyid Alawi bin Abdul ARhman Al Saggaf AL Al
Makky, disebutkan Anak turun Husain di laembah Sardad dan sekitarnya Bani
Qudaimi, Bani Al Syajar, Bani Ahmad, Bani Wali, Bani Sufi, Bani Ismail, Bani
Arab, Bani Al Jarufi, Bani Al Shiddiq, Bani Al Bahr, Bani AL Thalj, Bani Al
Syah. Ke 13 kabilah ini keturunan Hasan bin Yusuf bin Hasan bin Yusuf bin Hasan
bin Yahya bin Salim bin Abdullah bin
Husain bin Ali bin Adam bin Idris bin Husain bin Muhammad Al Jawad bin Ali Al
Ridla bin Musa Al Kadhim bin Ja’far Al Shadiq.
[6] . Jalur ini dinamakan
jalur Zubaidah, dinamakan Zubaidah yang mana dia adalah istri Haru Al Rasyid
karena dia mengeluarkan banyak biaya demi untuk perbaikan dan pengamanan jalur
ini pada tahun 90, kemudian jalur ini rusak setelah masa Khalifah Al
Mutawakkil.
[7] . Karamithah mengambil
Hajar Aswad dan dibawa ke Hajar, kemudian dikembalikan lagi setelah kurang
lebih 22 tahun, selama itu tempat Hajar Aswad kosong, mereka mengatakan kami
ambil Hajara Aswad dengan kekuasaan Allah dan kami kembalikan lagi dengan
kehendak Allah.
[8] . Pencari kebenaran
muncul bersama sekelompok orang Khawarij pada saat itu, mereeka menyapu
Hadharamaut dan sekelilingnya, menguasai Sana’a, menggempur kota Makkah, dan
berperang dengan Bani Umaiyah samapi habisnya perlawanan Khawarij, saat itu
terbunuh A’war dan beberapa pengikutnya yang kemudian kepala mereka dikeler ke
Damaskus pada tahun 130, akan tetapi fitnaj mereka belum selesai juga.
[9] Di sebutkan dalam
kitab Al Muhajir, Moyang Bani Ahdal
sampai di Yaman, beliau adalah Muhammad bin Sulaiman, lantas beliau tinggal di
desa Murawa’ah dekat dengan Baitul Faqih, anak cucunya berkembang samapai
diantara mereka ada yang tinggal di lembah Sahm, Fakhriyah, Zabid, Abyat Husain
, dan diantara mereka juga ada yang hijrah ke Hadhramaut.
[10] Hajren termasuk pusat
pedesaan Shadaf, yang mana pedesaan ini
memanjang di pertengahan lembah
Doan sampai daerah Andal, Al Ahrum, dan sampai dekat Sadbah.
[11] Sebuah desa diantara
Tarim dan Seiyun, dan merupakan desa yang makmur beliau membeli sebagian besar
tanah di daerah Suh, daerah ini merupakan benteng yang terkenal didalamnya
terdapat sumur yang terletak diatas kota Bur, sumur ini digali oleh Saiyid Alwi
bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir dan di pagari dengan bebatuan besar
disetiap batu di ukur nama beliau.
Al Husyaisyah sekarang tak
berpenduduk dan rusak diceritakan bahwa rusaknya Al Husyaisyah ditangan Agil
bin Isa Al Shabirati tahun 839.
[12] Saiyid Al Syathiri
menukil dari Saiyid Al Allamah Abdullah bin Muhammad Al Saqqaf dalam komentar
beliau untuk kitab Rihlatul Asywaaq Al Qawiyyah karangan Ba Kathir, di sebutkan
didalamnya terjadinya bentrok senjata diantara mereka, kemudian dikatakan :
sebuah pertempuran terjadi di Buhran ketika Al Muhajir masih tinggal di Al Hajrain ketika itu
kekuasaan Abadliyah runtuh, setelah itu Al Muhajir pindah dari Al Hajrain
menuju kampung Bani Jusyair, lantas Al Syatiri mengatakan: akan tetapi saya
telephon Al Saqqaf dan memintanya untuk menyebutkan referensi pendapatnya,
namun dia tidak menjawab. Sebagian orang menisbatkan pendapat ini kepada Al
Marhum Ahmad bin Hasan Al Attas, dan belum diketahui referensi aslinya,
Muhammad bin Aqil bin Yahya mengatakan
di komentarnya atas kitab Diwan Ibn Syihab , bahwa Al Muhajir dan anak cucunya
nya sampai abad ke 6 H memerangi kaum Abadhiyah kemudian mereka melepaskan
senjata, tapi belum diketahui referensinya, boleh jadi mereka mengambil
kesimpulan bahwa Bani Alawiyin selalu menggunakan senjata untuk perang dan
grilya, tapi pendapat semacam ini tidak bisa langsung diterima tanpa ada bukti
tertulis, karena bersenjata barang kali itu hanya tradisi atau untuk membela
diri semata.(Al Adwar 150;1)
[13] Bahran adalah padang pasir terletak diantara Al Hajrain dan desa
Sadbah, peduduknya dari Kabilah Kindah.
[14] Sebagian orang
menganggap kata kata (ingin membuktikan) adalah peraguan atas nasab Al Muhajir,
tapi betapapun kata yang di gunakan penulis hal itu tidak mengandung penafian
ataupun pembuktian, sebagaimana yang dilontarkan sebagian orang.
http://indo.hadhramaut.info/view/132.aspx