Para mukallaf atau
orang-orang dibebani kewajiban-kewajiban agama harus mengganti atau qadla
shalat yang ditinggalkan dan dianjurkan dilaksanakan dengan segera.
Para ulama memberikan
penjelasan bahwa bila ia tidak melaksanakan shalatnya dengan segera tanpa
adanya udzur, maka ia wajib melaksanakan dengan segera. Bahkan ia diharamkan
melakukan kesunahan. Bila ia tidak melaksanakan shalat karena ada udzur maka
mengadla dengan segera hukumnya sunnah saja.
Apakah wajib mengurutkan
shalat yang ditinggalkan? Dalam hal ini para ulama merinci sebagai berikut:
Pertama, sunah mentertibkan apabila tidak melakukannya karena ada udzur.
Contoh; seseorang tertidur
sebelum masuk waktu dhuhur dan ia bangun pada waktu shalat isya’, berarti ia
meninggalkan shalat dhuhur, ashar dan maghrib, maka dalam mengadlanya ia sunah
mendahulukan shalat dhuhur atas ashar dan mendahulukan shalat ashar atas shalat
maghrib
Ketentuan kedua, wajib
tertib bila shalat yang ditinggalkan tidak karena ada udzur. Contoh; seseorang
meninggalkan shalat dhuhur dan ashar karena tanpa ada udzur, misalnya tidur
sudah masuk waktu shalat atau karena malas, maka dalam mengqodlo’nya ia wajib
mendahulukan shalat dhuhur atas shalat Ashar.
Namun Imam Romli
berpendapat bahwa mentertibkan shalat yang ditinggalkan itu secara mutlak
hukumnya sunah, baik meninggalkannya karena ada udzur atau tidak, atau sebagian
karena ada udzur dan sebagian yang lain tidak ada udzur, dan pendapat inilah
yang dipilih Syaikh Zainuddin Al-Mulaibari, pengarang kitab Qurratul Ain bi Muhimmatid
Din.
Ketentuan lain dalam
mengadla shalat adalah mendahulukan shalat fait atau shalat yang tidak
dilakukan pada waktunya atas shalat hadlirah atau shalat yagn masih berada pada
waktunya bila shalat yang tidak dilakukan pada waktunya itu karena ada udzur
dan tidak khawatir shalat yang hadliroh itu keluar dari waktunya, walaupun ia
khawatir kehilangan jama’ahnya shalat hadliroh.
Bila mendahulukan shalat
fait ia khawatir shalat hadlirohnya keluar waktu, misalnya waktunya tinggal
sedikit, maka wajib baginya mendahulukan shalat hadliroh. Adapun bila shalat
yang ditinggalkan itu tanpa adanya udzur, maka wajib mendahulukan shalat
hadlirah.
Bagaimana dengan orang
meninggal dan masih memiliki tanggungan shalat? Para ulama’ di kalangan
Syafi’iyyah berbeda pendapat mengenai ini; Pendapat yang pertama, tidak wajib
diqadla ataupun dibayar fidyah, karena urusan dia di dunia sudah selesai dan
segala amalnya tinggal mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah.
Pendapat kedua, wajib
dilakukan (qadla) sebagai ganti dari shalat mayit. Pendapat inilah yang paling
banyak dipilih oleh para imam di kalangan Syafi’iyyah, termasuk yang dilakukan
oleh Imam As-Subki atas sebagian kerabatnya yang telah meninggal dunia.
KH Abdul Nashir Fattah
Rais Syuriyah PCNU Jombang
Sumber Nahdlatul Ulama