Potret Aslafunas Sholihin dan Kisah-kisahnya

Irfan Irawan
0


Potret Aslafunas Sholihin dan Kisah-kisahnya

(Kalam Al Habib Umar bin Hafidz di kediaman Al Habib Hud bin Abdullah bin Umar Assegaf Kampung Margi-Surabaya)

Setelah memuji kepada Allah SWT dan bersholawat kepada Rasulullah SAW beliau mengatakan bahwa di dalam majlis ini kalian telah memetik buah yang telah ditanam oleh Al Habib Abu Bakar Assegaf. Dan beliau telah betul-betul baik dalam menanamnya, buah yang baik kita tinggal mengambilnya saja. Maka bagaimana kita lalai dan bermalas-malasan? Ini adalah barang yang berharga. Mudah-mudahan Allah SWT menjadikan bagian kita bagian yang besar. Amin.


Beberapa tahun yang lalu mereka telah menanamkan untuk kita suatu ketenangan, ketentraman, cahaya ilmu dan inilah hasil dari tanaman mereka yang penuh barokah. Apa yang ditanam oleh orang-orang yang baik akan bertahan dan sebaliknya apa yang ditanam oleh orang-orang yang batil maka akan berakhir. Segala sesuatu yang ditanam oleh orang-orang bathil selalu berupa cacian atau makian kepada orang-orang sebelum mereka. Sedangkan tanaman-tanaman orang-orang yang baik bersih dari kedengkian dan penyakit hati.

Diceritakan suatu ketika Al Habib Abu Bakar bin Syihab pergi ke Sewun dan orang-orang bertanya tentang orang-orang Tarim, maka beliau menjawab, Mereka adalah sesuai dengan firman Allah SWT, Dan Aku telah mencabut apa-apa yang ada di hati mereka daripada dendam, mereka dalam keadaan bersaudara di atas dipan yang berhadap-hadapan.

Disebutkan bahwasanya di masa hidupnya Al Habib Ali Al-Habsyi antara dua gerbang yang ada di kota Sewun tak pernah terjadi suatu perselisihan dan pertengkaran. Dan diceritakan pula pernah ada satu orang ditugaskan untuk menjadi hakim di kota Syibam, setelah beberapa lama si hakim menjabat tidak ada satupun orang yang datang untuk mengadu kepadanya, sehingga suatu ketika si hakim berkata kepada penduduk kota tersebut, Apakah di antara kalian tidak ada yang mempunyai masalah atau perselisihan? Sekian lama aku bertugas di sini dan aku mendapatkan gaji dari tugas tersebut tetapi aku tidak pernah bekerja. Merekapun menjawab, Wahai hakim, masalah kami telah terselesaikan dengan firman Allah yang artinya, Barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik maka dia akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Baru kemudian setelah 14 tahun si hakim bertugas, datanglah 2 orang yang akan mengadukan masalah mereka masing-masing, maka disambutlah oleh si hakim dengan senang hati dan disuruh duduklah mereka berdua dalam posisi duduk yang sama. Kemudian setelah itu persidangan dimulai.

Salah satu dari mereka berbicara, Bapak hakim saya pernah membeli sebidang tanah. Setelah sekian lama saya menemukan harta karun di dalamnya. Maka saya berikan harta karun tersebut kepada dia. Karena saya membeli tanahnya saja tanpa isi yang dikandung tanah tersebut. Tetapi bapak hakim yang mulia, dia menolaknya.

Si penjual tanah pun angkat bicara, Bapak hakim anda tahu mengapa saya menolak harta karun tersebut? Karena saya menjual tanah kepadanya saya sudah niat bahwa tanah berikut isinya saya jual kepada orang tersebut.

Kemudian bapak hakim tersebut bertanya kepada keduanya, Apa maksud kalian berdua datang kemari? Merekapun menjawab, Bapak hakim kan orang alim, dan kita berdua yakin bahwasanya bapak akan sanggup untuk menyalurkan harta itu. Maka kami berdua bermaksud memberikan kepada bapak hakim.

Si hakim menjawab, Kalian berdua pandai ingin menyelamatkan diri kalian dari bahaya dunia dan kalian lemparkan bahaya tersebut kepada saya, tidak, saya tidak akan menerima. Mereka berdua balik bertanya kepada hakim untuk mencari solusinya.

Kemudian dengan sangat bijaksana bapak hakim memutuskan serta bertanya kepada keduanya, Apakah kamu punya anak perempuan? tanya si hakim kepada pengadu pertama. Iya, jawab dia. Apakah kamu punya anak laki-laki? tanya lagi si hakim kepada orang yang kedua. Iya, jawab dia. Kemudian si hakim berkata, Kawinkan kedua anak tersebut dan keluarkanlah 1/5 dari harta tersebut sebagai zakat rikaz dan sisanya gunakanlah untuk nafkah mereka berdua.

Kalau kita lihat dari cerita di atas, masalah yang diajukan kepada si hakim itu adalah suatu masalah yang aneh dan tidak kalah aneh dengan jawaban yang diberikan. Inilah mereka orang dulu yang tiada rasa dengki dan perselisihan di antara mereka. Mereka beradab dengan adab Al-Qur’an. Maka tidaklah berlebihan kalau setiap satu di antara mereka bagaikan bulan purnama.

Disebutkan pula bahwasanya pasar di kota Syibam setiap harinya tidak pernah sepi dari empat puluh wali yang berada di dalamnya. Sehingga ada satu orang sedikit ragu, maka duduklah dia di dalam pasar sambil menghitung orang-orang yang dia yakini sebagai wali. Tidak lama kemudian lewat di depannya seseorang, dan terlintas dalam hatinya bahwa orang baru saja lewat di depannya bukanlah wali. Tapi alangkah terkejutnya dia dengan ucapan orang yang lewat itu yang mengatakan kepadanya, Masukkan aku, karena aku adalah termasuk bagian dari mereka.

Pernah juga diceritakan ada satu orang dari Sewun ketika akan melakukan perjalanan menuju Tarim dia diamanati sesuatu oleh seseorang. Serta diperintahkan untuk menyerahkannya kepada siapa saja orang yang dia jumpai pertama kali.

Maka berangkatlah dia ke Tarim, sesampai di Tarim orang yang pertama kali dijumpai adalah seorang polisi. Maka dia pun bertanya dalam hatinya, Tidak akan aku berikan barang ini kepada polisi ini, aku akan mencari orang yang baik dan memberikan kepadanya. Tanpa ia sangka sedikitpun polisi tadi berkata kepadanya, Berikan barang itu kepadaku.

Juga pernah seorang wali dari Sewun hendak pergi ke Tarim. Si wali tersebut ingin sekali mengerjakan sholat asarnya di Tarim, sedangkan matahari sudah hampir terbenam. Maka dengan izin Allah SWT, sang wali menahan matahari tersebut supaya tidak terbenam dulu. Sesampainya di Tarim wali tersebut dihadang oleh sekelompok orang perempuan sambil berkata, Wahai syekh lepaskan matahari tersebut, karena kami sedang melaksanakan puasa dan kami ingin segera berbuka.

Cerita-cerita di atas menunjukkan kepada kita tentang pentingnya berbaik sangka (husnudzon) kepada semua orang yang kita jumpai. Dikatakan bahwa orang yang husnudzon adalah benar walaupun dia ternyata salah, dan sebaliknya orang yang suudzon dia dihukumi salah walaupun dia benar pada hakikatnya.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)