Lima Abad Kraton Kanoman
Segmen I
Perayaan hari
kelahiran Nabi Muhammad di setiap daerah di indonesia berbeda - beda sesuai
dengan tradisi. Di Kraton Kanoman - Cirebon - Jawa Barat, ada tradisi unik
merayakan maulid, konon sejak lima abad lalu, ketika Sunan Gunung Jati
menyebarkan ajaran agama Islam.
Perayaan ini juga menjadi
perlambang kebesaraan Kraton ini di Masa lalu. Kebesaran Islam di Jawa Barat
tidak lepas dari Cirebon - kota yang berada di pesisir pantai utara. Kebesaran
Islam Masih terasa ketika kita meMasuki kota yang berpenduduk sekitar tiga
Ratus jiwa ini.
Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, sehingga berbicara
tentang Cirebon tidak akan lepas dari sosok beliau. Setiap hari ribuan orang
berziarah ke makamnya yang berusia enam abad. Mereka yakin, ruh-nya tetap
memberikan berkah.
Sunan Gunung Jati juga
meninggalkan jejak -nya yang hingga kini Masih berdiri tegak, jejak itu bernama
Kraton Kanoman. Barangkali sebagian besar orang tidak menyadari, bahwa bangunan
ini dahulu sangat berpengaruh dan berkuasa.
Namun jaman telah mengubah
Kraton yang kini tenggelam dalam hiruk pikuk kota dan pasar yang semrawut. Di
Kraton ini tinggal sultan ke dua belas yang bernama raja Muhammad Emiruddin
berserta keluarga dan abdi dalem, atau pembantu setia. Sang Ratu, bernama Arimbi
Nurtina, istri dari raja Muhammad Emiruddin menerima kami dengan baik. Ia
sangat dihormati, karena Masih keturunan Sunan Gunung Jati. Kraton adalah
komplek luas, yang terdiri dua puluh tujuh bangunan kuno. salah satunya saung
yang bernama bangsal witana yang merupakan cikal bakal Kraton yang luas hampri
lima kali lapangan sepak bola ini.
Di bangsal ini, dua anak raja Pajajaran, Prabu Siliwangi Ratu Mas Rarasantang dan pangeran Cakra Buwana belajar agama Islam. Dari Ratu Mas Rarasantang ini lahirlah Sunan Gunung Jati yang kemudian membangun Kraton dan menjadikannya pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
Sebagian barang - barang yang
digunakan sang Sunan Masih ada, seperti dua kereta bernama Paksi Naga Liman dan
Jempana yang Masih terawat baik dan tersimpan di museum. Bentuknya burok, yakni
hewan yang dikendarai Nabi Muhammad ketika ia Isra Mi'raj.
Tidak jauh dari kereta,
terdapat bangsal Jinem, atau Pendopo untuk Menerima tamu, penobatan sultan dan
pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Dan dibagian tengah Kraton
terdapat komplek bangunan bangunan bernama Siti Hinggil.
Ada tiga pintu Masuk kedalam
bangunan ini. Di sinilah raja biasa menyaksikan acara-acara tertentu yang
resmi. Dan pementasan gamelan pusaka dilakukan di tempat ini atau bangsal
selatan, seperti pada perayaan Maulid nanti.
Maulid memang menjadi hari
istimewa, karena banyak bagian - bagian di Kraton yang tertutup rapat, terbuka
untuk umum. seperti pintu besar yang bernama Lawang Siblawong. Dan dalam ritual
Panjang Jimat nanti, pintu ini akan menjadi jalan menuju keselamatan, yakni
Masjid Agung Kraton Kanoman.
Segmen II
Dua hari menjelang perayaan
Maulid, keluarga keraton Kanoman semakin sibuk. Maulid adalah hajatan besar
setiap tahun yang melibatkan banyak orang, termasuk masyarakat umum di luar
keratin. Sehingga makanan pun disediakan dalam jumlah besar. Mereka memotong
dua ekor kerbau. Dagingnya untuk hidangan para tamu dan bagian kepala, mereka
tanam di dua penjuru gerbang keratin. Setiap Maulid, keluarga dan kerabat
Kraton juga harus mencuci benda - benda pusaka yang usianya ratusan tahun.
Benda-benda ini dihadiahkan
dinasti Ming kepada permasuri kesultanan Cirebon sekitar abad ke lima belas.
Sebagian adalah alat kecantikan untuk wanita yang bentuknya mirip jantung dan
hati. Kaum wanita yang boleh mencucinya, itupun hanya mereka yang sedang tidak
datang bulan. Kaum pria, tugas mengambil air dari sumur yang jumlahnya ada
tujuh di sekitar Kraton.
Mereka menghormati benda-benda
yang usianya lebih tua dari mereka ini. Sehingga tidak satupun dari mereka ada
yang bercakap-cakap atau bercanda. Maulid benar-benar membuat Kraton Cirebon
lebih hidup, baik siang maupun malam. Ini sudah berlangsung sejak sebulan yang
lalu.
Mereka memasak dua jenis
makanan. Untuk ritual dan warga biasa. Juru masak ritual menggunakan sepuluh
wajan besar untuk memasak nasi kuning. Mereka memasaknya dengan hati - hati dan
sabar, karena nasi ini adalah lambang berkah. Sebaliknya, kelompok pemasak ini
memasak makanan yang akan dibagikan kepada warga. Ribuan warga berjubel
memenuhi keraton ini. Mereka berdatangan dari berbagai daerah di Jawa dan
wilayah lain di Indonesia. Sebagian ada yang sudah berhari - hari di dengan
bekal seadanya. Mereka masih mengormati keraton Cirebon. Karena Sunan Gunung
Jati salah satu Wali Songo, menyebarkan agama Islam di Jawa dari keraton ini.
Sebagian lagi percaya dengan
mitos - mitos dan berharap berkah dari Kraton. Seperti mandi di sumur ini
misalnya. Air -nya mereka percaya akan memberikan berkah.
Sebagian datang bersama
keluarga. Seperti ibu ini yang datang dari Kroya - Jakarta bersama keluarganya.
Ia ingin menjadi TKW..., jadi tidak ada salahnya mandi di tempat ini.
Malam harinya..., suara gamelan
mengalun dan mereka memainkannya hanya lima kali dalam semalam. Ketika subuh
hingga waktunya sholat isa. Kaum wanita - nya mempersiapkan mungkus Shalawat,
bungkusan daun pisang yang berisi uang logam dan diikat tali bamboo.
Bungkusan ini akan dibagikan
kepada masyarakat ketika perayaan maulid tiba. Siapa yang mendapatkan paling
banyak, akan banyak pula berkahnya. Esoknya dimulai Panjang Jimat, yakni
arak-arakan yang membawa semua benda pusaka. Prosesi inilah yang menjadi inti
perayaan Maulid.
Segmen III
Suasana di keraton seolah
berubah menjadi pasar rakyat. Namun tetapi menarik, melihat bagaimana warga dan
kekuasaan yang dahulunya berpengaruh melebur. Ada gula ..ada semut, pepatah
yang tepat untuk para pedagang yang menggelar lapaknya di sini. Termasuk pedagang nasi jamblang, makanan khas
Cirebon yang biasa membuka tenda di pinggiran jalan. Tidak berlebihan
mengatakan bahwa rakyat sebagian besar masih menghormati keraton Kanoman.
Tradisi Maulid ini menjadi
kesempatan emas untuk bertemu dengan raja kharismatik ini, yakni sultan kedua
belas, Raja Muhammad Emiruddin, yang naik tahta 2003.
Ia memimpin keraton yang pada
abad kelima belas sangat disegani dan berpengaruh di Jawa Barat. Dari rakyat
untuk sultan. Begitu sebaliknya, adalah bentuk kepedulian sebagian rakyat
Cirebon. Kepedulian itu justru yang membuat Keraton Kanoman Cirebon hingga kini
masih tetap bertahan.
Kaum wanita sibuk membuat
wewangian dari aneka macam bunga yang harum yang akan mereka taburkan di setiap
piring besar saat arak-arakan panjang jimat. Sementara keluarga dan abdi dalem
akan bersiap - siap membawa benda pusaka dan makanan ke sultan untuk meminta
restu. Menarik..., peringatan ini seolah menghadirkan kembali kejayaan keraton
ini pada masa lampau.
Sultan kemudian memberikan
restu untuk memulai prosesi panjang jimat. Panjang jimat merupakan puncak
peringatan Maulid nabi. Perpaduan Islam dan tradisi setempat sangat terasa.
Prosesi bergerak dari keraton
menuju masjid agung peninggalan Sunan Gunung Jati lima abad yang lalu dan
berlangsung dengan khidmat. Semua warga berhenti melakukan kegiatannya. Prosesi
berakhir di tempat ini.
Patih dan semua sesepuh
membacakan kitab barjanji yang berisi sejarah nabi agar masyarakat mau
mencontoh kebajikan yang dilakukan nabi semasa hidupnya. Masyarakat diluar
setia menunggunya hingga larut malam dengan harapan kebagian makanan sesaji
atau uang kepingan.
Peringatan Maulid berakhir.
Entah sudah yang keberapa kalinya. Keraton Kanoman sudah menggelar tradisi ini
semenjak Sunan pertama kali menyebarkan ajaran Islam di Jawa Barat sekitar lima
ratus tahun yang lalu.
Tradisi ini menjadi saksi dari
sejarah yang panjang sebuah kerajaan disegani dan sangat berpengaruh pada waktu
itu. Oleh karena itu keraton harus tetap bertahan, kendati tidak mudah di jaman
yang berubah begitu cepat.