Prosesi Ritual
PANJANG JIMAT
Peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW berawal pada zaman Khalifah Sholahuddin Al Ayubi
(1137-1193 M). Tujuannya agar umat Islam selalu meneladani Nabi Muhammad SAW….
Pengaruh
khalifah itu kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk Cirebon. Pada abad ke
15, Pangeran Cakrabuana (Walangsungsang) mengadopsi perayaan Maulid dengan
disesuaikan dengan adat setempat. Peringatan ini dikenal dengan nama Panjang
Jimat.
Puncak
acara (pelal) Panjang Jimat diselenggarakan di 4 tempat, yaitu Keraton
Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan dan Kompleks makam Sunan Gunung
Jati. Rangkaian
acara Panjang Jimat tidak hanya dihadiri warga Cirebon, tetapi juga dari daerah
lain seperti Jawa Barat (Bandung, Sumedang, dll), Jawa Tengah (Pekalongan,
Semarang, dll), Banten dan Jakarta.
Pelal
Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan dan Kanoman tergolong paling ramai,
mengingat simbol-simbol dan peninggalan Sunan Gunung Jati lebih banyak terdapat
di 2 keraton tersebut. Di sana, ribuan orang berdesakan menyaksikan acara
ritual sakral ini.
Adapun
prosesi ritual Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan yaitu, arak-arakan nasi tujuh
rupa atau Nasi Jimat yang melambangkan hari kelahiran manusia. Diarak dari
Bangsal Jinem yang merupakan tempat Sultan bertahta, ke masjid atau mushola
keraton. Nasi Jimat itu diarak dengan pengawalan barisan abdi dalem yang membawa
simbol-simbol sebagai lambang.
Barisan
pertama ialah pembawa lilin, bertujuan sebagai penerang. Diikuti iring-iringan
pembawa perangkat upacara seperti: manggaran, nadan dan jantungan (lambang
kebesaran dan keagungan).
Kemudian
iring-iringan pembawa air mawar dan kembang goyang, lambang air ketuban sebelum
lahirnya jabang bayi dan usus atau ari-ari yang mengakhiri kelahiran. Disusul
iring-iringan pembawa air serbat yang disimpan di 2 guci (lambang darah saat
bayi lahir) dan 4 baki (lambang 4 unsur dalam diri manusia: angin, tanah, api
dan air).
Setelah
pasukan pengawal iring-iringan lengkap berkumpul di Bangsal Purbayaksa, putra
mahkota P.R.A. Arief Natadiningrat atas izin Sultan Kasepuhan, memimpin
arak-arakan menuju Langgar Agung.
Arak-arakan
yang keluar dari Bangsal Purbayaksa disambut di luar keraton oleh pengawal
pembawa obor (perlambang Abu Thalib, paman Nabi menyambut kelahiran bayi
Muhammad SAW pada malam hari). Setelah itu dibawa ke mushola. Di mushola, Nasi
Jimat dibuka bersama dengan sajian makanan lain termasuk makanan yang disimpan
di 38 buah piring pusaka peninggalan Sunan Gunung Jati.
Di
mushola dilakukan shalawatan serta pembacaan kitab Barjanzi hingga tengah malam
(pukul 24.00 WIB) dipimpin imam Masjid Agung Sang Ciptarasa Keraton Kasepuhan.
Sebelum
arak-arakan membawa Nasi Jimat tujuh rupa dimulai, Sultan Kasepuhan, Sultan
Sepuh XIII, Maulana Pakuningrat memberi wejangan kepada para abdi dalem dan
tamu undangan.
Intinya,
Panjang Jimat merupakan sarana memperpanjang ingatan umat Islam terhadap Nabi
Muhammad SAW dan kalimat Syahadat. Berasal dari kata Panjang yang artinya
memperpanjang (melestarikan) dan Jimat atau barang siji (satu) yang harus
dimatmat atau dirawat (dijaga) yaitu kalimat Syahadat.
Prosesi
yang sama juga terjadi di Keraton Kanoman. Perbedaannya dengan Keraton
Kasepuhan, gamelan (Gong Sekati) peninggalan Sunan Gunung Jati di Keraton
Kanoman ditabuh dengan diiringi shalawatan dan lagu-lagu karya Sunan Kalijaga
“Lir Ilir”. Prosesi dipimpin Sultan Kanoman XII, Sultan Muhammad Emirudin.
Gong
Sekati sebenarnya milik Ratu Ayu (putri Sunan Kalijaga), isteri Pangeran
Sabrang Lor (Sultan Demak II). Setelah suaminya wafat, Ratu Ayu membawa Gong
Sekati sebagai benda kenang-kenangan suaminya. Makna Sekati adalah Syahadatain,
yaitu dua kalimat syahadat. Konon, orang-orang yang ingin menonton pagelaran
wayang diperkenankan asalkan terlebih dahulu mengucapkan 2 kalimat Syahadat.
Ritual
Panjang Jimat merupakan puncak dari seluruh rangkaian kegiatan merayakan Maulud
Nabi Muhammad SAW. Berbagai kegiatan ritual tradisional juga digelar
sebelumnya, diantaranya pencucian jimat di Keraton Kanoman dan Keraton
Kasepuhan.
Uniknya,
air bekas cucian jimat atau benda pusaka itu menjadi rebutan warga yang
mengharap berkah. Di Keraton Kanoman, air bercampur bunga setaman bekas mencuci
Gong Sekati di Masjid Agung Kanoman menjadi rebutan warga yang meyakini membawa
berkah. Itulah sebabnya, warga datang dengan membawa tempat menampung air
seperti: gayung, botol mineral dan ember.
Begitu
pencucian benda-benda selesai, ratusan warga yang berkumpul menyerbu kolam yang
digunakan mencuci benda bersejarah itu. Rebutan air bekas cucian yang dilakukan
pengunjung berlangsung seru. Pria, wanita, dewasa atau anak-anak semua berebut
air kolam.
Mereka
yang mendapatkan air akan terpancar rasa bahagia di wajahnya. Mereka yang
mendapatkan air ada yang langsung diminum. Ada juga yang dibilaskan ke tubuh.
Mereka percaya air tersebut memiliki manfaat.
“Saya
percaya air bekas cucian ini membawa berkah,” tutur seorang warga kepada
Misteri. Dia mengaku menampung air itu dalam beberapa botol mineral.
Sementara
itu, Ki Nurteja, Dalang Keraton Kanoman mengungkapkan kegaiban yang sering
terjadi dalam acara Panjang Jimat.
Dikisahkan,
acara Panjang Jimat yang dihadiri ribuan orang itu ternyata juga dikunjungi
makhluk gaib. Makhluk itu datang dan bercampur baur dengan manusia.
Makhluk-makhluk
gaib itu tergolong jin muslim yang sudah di-Islam-kan oleh Pangeran Cakrabuwana
dan Kanjeng Sunan Gunung Jati. Rupanya makhluk gaib itu juga ikut meramaikan
hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Menurut
Ki Nurteja, dirinya sering mendengar cerita dari pengunjung yang datang ke
acara Panjang Jimat. Mereka mengaku bertemu dengan sekelompok ‘orang’ yang
berpakaian aneh dan berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti.