Sejarah Budaya / Corak Batik Cirebon
Kisah membatik di Cirebon berawal dari peranan Ki Gede Trusmi, salah seorang
pengikut setia Sunan Gunung Jati yang mengajarkan seni membatik sambil
menyebarkan agama Islam. Sampai sekarang, makam Ki Gede di desa Trusmi masih
terawat baik, malahan setiap tahun dilakukan upacara ritual yang cukup khidmat
yakni upacara Ganti Welit (atap rumput) dan Ganti Sirap setiap empat tahun.
Usaha yang bermula dari skala rumahan lama kelamaan menjadi industri kerajinan
yang berorientasi bisnis. Produk batik Cirebon bukan sekadar memenuhi kebutuhan
lokal, tetapi sebagian pengrajin / pedagang mengekspornya ke mancanegara
seperti Jepang, Amerika, Malaysia, Thailand dan Belanda. Keunikan motif serta
corak yang dihasilkan dari batik-batik berbagai daerah merupakan kekuatan yang
sangat luar biasa, khususnya bagi kekayaan seni budaya Indonesia.
Belum
ada di negara manapun yang memiliki kekayaan desain motif batik seperti yang di
miliki oleh bangsa Indonesia. Cirebon merupakan penghasil batik dengan motif
dan corak yang kuat dan khas. Batik Cirebon termasuk kedalam kelompok batik
Pesisiran. Namun sebagian batik Cirebon termasuk dalam kelompok batik Keraton,
yaitu Keratonan Kasepuhan
dan Keraton Kanoman.Beberapa desain batik Cirebon Klasik seperti motif Mega
Mendung, Paksinaga Liman, Patran Keris, Singa Payung, Singa Barong, Banjar
Balong, Ayam Alas termasuk dalam kelompok batik Keraton. Batik Cirebonan
Pesisiran dipengaruhi oleh karakter penduduk masyarakat pesisiran yang pada
umumnya memiliki jiwa terbuka dan mudah menerima pengaruh asing. Daerah sekitar
pelabuhan biasanya banyak orang asing singgah, berlabuh hingga terjadi
perkawinan lain etnis (asimilasi) maka batik Cirebonan Pesisiran lebih
cenderung menerima pengaruh dari luar. Warna-warna batik Cirebonan Pesisiran
lebih atraktif dengan menggunakan banyak warna. Beberapa design batik pesisiran
antara lain; Kapal Kompeni, Penari Cina, Pekalis, Semarangan, Burung Gelatik
dan lain lain.
Keunggulan
Batik Trusmi Cirebon
Pada
even pameran batik di Jakarta maupun di kota lain seringkali pengunjung
menanyakan kepada saya “Apa sih keunggulan batik Trusmi atau batik Cirebonan
dibanding dengan batik-batik yang berasal dari daerah lain?”.
Menurut
pendapat saya bahwa pada dasarnya batik-batik yang dihasilkan oleh
sentra-sentra kerajinan batik di berbagai daerah pada umumnya bagus-bagus serta
memiliki corak motif batik yang beragam. Dengan demikian sifat khas dan
keunikan batik-batik daerah tersebut tidak bisa dikatakan batik yang satu lebih
baik dari daerah lainnya. Keunikan motif serta corak yang dihasilkan dari
batik-batik di berbagai daerah merupakan kekuatan dan kekayaan yang sangat luar
biasa, khususnya bagi kebudayaan batik Indonesia.
Belum
ada di negara manapun yang memiliki kekayaan desain motif batik seperti yang di
miliki oleh bangsa Indonesia. Yang sangat membanggakan kita semua adalah, pada
tiap-tiap daerah memiliki desain serta motif-motif yang khas dengan penamaan
motif yang menggunakan bahasa daerahnya masing-masing. Misalnya saja motif
batik dari Aceh ada Pintu Aceh, Cakra Doenya, Bungong Jeumpa. Dari Riau ada
Itik Pulang Petang, Kuntum Bersanding, Awan Larat dan Tabir. Batik dari Jawa
diantaranya Jelaprang (Pekalongan), Sida Mukti, Sida Luhur (Solo), Patran
Keris, Paksinaga Liman, Sawat Penganten (Cirebon), dll.
Untuk
mengetahui tentang bukti banyaknya kekayaan desain motif-motif batik Indonesia
contoh yang paling sederhana bisa dilihat di wilayah Jawa Barat, di wilayah ini
terdapat puluhan sentra batik diantaranya dari wilyah paling Timur ada Cirebon,
wilayah bagian Utara ada Indramayu, kemudian ke arah bagian Barat dan Selatan
terdapat Kabupaten Ciamis, Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Garut.
Walaupun masih dalam satu propinsi dan kultur budaya yang sama (budaya Sunda),
namun bisa kita temui adanya perbedaan motif dan ragam hias batik yang jauh
berbeda antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya. Seperti pada daerah
Cirebon dengan Indramayu memiliki karakter dan desain motif yang berbeda,
terlebih lagi antara daerah Cirebon dan Garut memiliki perbedaan motif, corak
serta ragam hias yang sangat signifikan perbedaannya. Perbedaan itu dipengaruhi
oleh kultur budaya dan tingkat keahlian dari para pengrajin batiknya.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat batik relatif sama baik dari bentuk
canting, bentuk cap maupun jenis lilinnya. Namun ketika proses produksi
berjalan ada kalanya kondisi unsur air tanah dengan kualitas PH yang
berbeda-beda bisa mempengaruhi hasil pewarnaan akhir. Demikian pula dengan
sifat kesabaran dan keuletan pengrajin batik di tiap-tiap daerah, juga akan
bisa mempengaruhi kualitas akhir batik yang dihasilkannya.
Daerah
sentra produksi batik Cirebon berada di desa Trusmi Plered Cirebon yang konon
letaknya di luar Kota Cirebon sejauh 4 km menuju arah barat atau menuju arah
Bandung. Di desa Trusmi dan sekitarnya terdapat lebih dari 1000 tenaga kerja
atau pengrajin batik. Tenaga kerja batik tersebut berasal dari beberapa daerah
yang ada di sekitar desa Trusmi, seperti dari desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali dan
Kalitengah.
Secara
umum batik Cirebon termasuk kedalam kelompok batik Pesisiran, namun juga
sebagian batik Cirebon termasuk dalam kelompok batik keraton. Hal ini
dikarenakan Cirebon memiliki dua buah keraton yaitu Keratonan Kasepuhan dan
Keraton Kanoman, yang konon berdasarkan sejarah dari dua keraton ini muncul
beberapa desain batik Cirebonan Klasik yang hingga sekarang masih dikerjakan
oleh sebagian masyarakat desa Trusmi diantaranya seperti motif Mega Mendung,
Paksinaga Liman, Patran Keris, Patran Kangkung, Singa Payung, Singa Barong,
Banjar Balong, Ayam Alas, Sawat Penganten, Katewono, Gunung Giwur, Simbar
Menjangan, Simbar Kendo dan lain-lain.
Beberapa
hal penting yang bisa dijadikan keunggulan atau juga merupakan ciri khas yang
dimiliki oleh batik Cirebon adalah sbb:
a) Desain batik
Cirebonan yang bernuansa klasik tradisional pada umumnya selalu mengikut
sertakan motif wadasan (batu cadas) pada bagian-bagian motif tertentu.
Disamping itu terdapat pula unsur ragam hias berbentuk awan (mega) pada
bagian-bagian yang disesuaikan dengan motif utamanya.
b) Batik Cirebonan
klasik tradisional selalu bercirikan memiliki warna pada bagian latar (dasar
kain) lebih muda dibandingkan dengan warna garis pada motif utamanya.
c) Bagian latar atau
dasar kain biasanya nampak bersih dari noda hitam atau warna-warna yang tidak
dikehendaki pada proses pembuatan. Noda dan warna hitam bisa diakibatkan oleh
penggunaan lilin batik yang pecah, sehingga pada proses pewarnaan zat warna yang
tidak dikehendaki meresap pada kain.
d) Garis-garis motif
pada batik Cirebonan menggunakan garis tunggal dan tipis (kecil) kurang lebih
0,5 mm dengan warna garis yang lebih tua dibandingkan dengan warna latarnya.
Hal ini dikarenakan secara proses batik Cirebon unggul dalam penutupan (blocking
area) dengan menggunakan canting khusus untuk melakukan proses penutupan,
yaitu dengan menggunakan canting tembok dan bleber (terbuat dari batang bambu
yang pada bagian ujungnya diberi potongan benang-benang katun yang tebal serta
dimasukkan pada salah satu ujung batang bambu).
e) Warna-warna dominan
batik Cirebonan klasik tradisional biasanya memiliki warna kuning (sogan
gosok), hitam dan warna dasar krem, atau berwarna merah tua, biru tua, hitam
dengan dasar warna kain krem atau putih gading.
f) Batik Cirebonan
cenderung memilih sebagian latar kainnya dibiarkan kosong tanpa diisi dengan
ragam hias berbentuk tanahan atau rentesan (ragam hias berbentuk tanaman
ganggeng). Bentuk ragam hias tanahan atau rentesan ini biasanya digunakan oleh
batik-batik dari Pekalongan.
Masih
dengan batik Cirebonan, namun mempunyai ciri yang berbeda dengan yang
sebelumnya yaitu kelompok batik Cirebonan Pesisiran. Batik Cirebonan Pesisiran
sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat pesisiran yang pada umumnya
memiliki jiwa terbuka dan mudah menerima pengaruh budaya asing. Perkembangan
pada masa sekarang, pewarnaan yang dimiliki oleh batik Cirebonan lebih beraneka
warna dan menggunakan unsur-unsur warna yang lebih terang dan cerah, serta memiliki
bentuk ragam hias yang bebas dengan memadukan unsur binatang dan bentuk-bentuk
flora yang beraneka rupa.
Pada
daerah sekitar pelabuhan biasanya banyak orang asing yang singgah, berlabuh
hingga terjadi perkawinan etnis yang berbeda (asimilasi), maka batik
Cirebonan Pesisiran lebih cenderung menerima pengaruh budaya dari luar yang
dibawa oleh pendatang. Sehingga batik Cirebon yang satu ini lebih cenderung
untuk bisa memenuhi atau mengikuti selera konsumen dari berbagai daerah (lebih
kepada pemenuhan komoditas perdagangan dan komersialitas), sehingga warna-warna
batik Cirebonan Pesisiran lebih atraktif dengan menggunakan banyak warna.
Produksi
batik Cirebonan pada masa sekarang terdiri dari batik Tulis, batik Cap dan
batik kombinasi tulis cap. Pada tahun 1990 – 2000 ada sebagian masyarakat
pengrajin batik Cirebonan yang memproduksi kain bermotif batik Cirebonan dengan
teknik sablon tangan (hand printing), namun belakangan ini teknik sablon
tangan hampir punah, dikarenakan kalah bersaing dengan teknik sablon mesin yang
dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang lebih besar. Pertumbuhan batik Trusmi
nampak bergerak dengan cepat mulai tahun 2000, hal ini bisa dilihat dari
bermunculan showroom-showroom batik yang berada di sekitar jalan utama desa
Trusmi dan Panembahan. Pemilik showroom batik Trusmi hampir seluruhnya dimiliki
oleh masyarakat Trusmi asli walaupun ada satu atau dua saja yang dimiliki oleh
pemilik modal dari luar Trusmi.