Merawat Muhtadlir (Orang
Sekaratul Maut)
Apabila telah nampak
tanda-tanda ajal telah tiba, maka tindakan yang sunah dilakukan oleh orang yang
menunggu adalah sebagai berikut:
1. Membaringkan muhtadlir pada
lambung sebelah kanan dan menghadapkannya ke arah qiblat. Jika
tidak memungkinkan semisal karena tempatnya terlalu sempit atau ada semacam
gangguan pada lambung kanannya, maka ia dibaringkan pada lambung sebelah kiri,
dan bila masih tidak memungkinkan, maka diterlentangkan menghadap kiblat dengan
memberi ganjalan di bawah kepala agar wajahnya bisa menghadap qiblat.
2. Membaca surat
Yasin dengan suara agak keras, dan surat Ar Ra’du dengan suara pelan. Faedahnya
adalah untuk mempermudah keluarnya ruh. Nabi saw. bersabda:
اِقْرَؤُاْ يٰس عَلَى
مَوْتٰاكُمْ. (رواه أبو داود)
“Bacakanlah surat yasin atas orang-orang (yang akan) mati kalian”. (HR. Abu Dawud)
Bila tidak bisa membaca
keduanya, maka cukup membaca surat Yasin saja.
3. Mentalqin kalimat tahlil dengan
santun, tanpa ada kesan memaksa. Nabi Muhammad saw. bersabda:
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ
إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ. (رواه مسلم)
“Tuntunlah orang (yang akan) mati diantara
kamu dengan ucapan laailaha illallah”. (HR. Muslim)
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ
لاَ إِلٰهَ إلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ. (رواه الحاكم)
“Barangsiapa ucapan terakhirnya kalimat
laailaha illallah, maka ia akan masuk surga”. (HR. Hakim)
Dalam mentalqin,
pentalqin (mulaqqin ) tidak perlu menambah kata, kecuali muhtadlir (orang
yang akan mati) bukan seorang mukmin, dan ada harapan akan masuk Islam. Talqin tidak
perlu diulang kembali jika muhtadlir telah mampu
mengucapkannya, selama ia tidak berbicara lagi. Sebab, tujuan talqin adalah
agar kalimat tahlil menjadi penutup kata yang
terucap dari mulutnya.
4. Memberi minum
apabila melihat bahwa ia menginginkannya. Sebab dalam kondisi seperti ini, bisa
saja syaitan menawarkan minuman yang akan ditukar dengan keimanannya.
5. Orang yang
menunggu tidak diperbolehkan membicarakan kejelekannya, sebab malaikat akan
mengamini perkataan mereka.
Sesaat Setelah Ajal
Tiba
Setelah muhtadlir dipastikan
meninggal, tindakan selanjutnya yang sunah untuk dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Memejamkan
kedua matanya seraya membaca:
بِسْمِ اللهِ وَعَلٰى
مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ، اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ، وَارْفَعْ
دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّينَ، وَاخْلُفْهُ فِي عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِينَ،
وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، وَافْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ،
وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ.
2. Mengikat
rahangnya ke atas kepala dengan kain yang agak lebar supaya mulutnya tidak
terbuka.
3. Melemaskan sendi-sendi tulangnya dengan melipat tangan
ke siku, lutut ke paha dan paha ke perut. Setelah itu dibujurkan kembali dan
jari-jari tangannya dilemaskan. Bila agak terlambat sehingga tubuhnya kaku,
maka boleh menggunakan minyak atau yang lainnya untuk melemaskan sendi-sendi
tulang mayit. Faedah dari pelemasan ini adalah mempermudahkan proses memandikan
dan mengkafani.
4. Melepas pakaian
secara perlahan, kemudian menggantinya dengan kain tipis yang dapat menutup
seluruh tubuhnya, yang ujungnya diselipkan di bawah kepala dan kedua kakinya.
Kecuali apabila ia sedang melaksanakan ihram, maka kepalanya harus
dibiarkan terbuka.
5. Meletakkan benda
seberat dua puluh dirham (20x2,75 gr = 54,300 gr) atau secukupnya di atas
perutnya dengan dibujurkan dan diikat agar perutnya tidak membesar.
6. Meletakkan
mayit di tempat yang agak tinggi agar tidak tersentuh kelembaban tanah yang
bisa mempercepat rusaknya badan.
7. Dihadapkan ke
arah qiblat sebagaimana muhtadlir.
8. Segera
melakukan perawatan pada mayit, dan melaksanakan wasiatnya.
Tajhizul
Jenazah (Merawat Mayit)
Tajhizul jenazah adalah merawat atau mengurus seseorang yang
telah meninggal. Perawatan di sini berhukum fardlukifayah, kecuali bila
hanya terdapat satu orang saja, maka hukumnya fardlu ‘ain.
Hal-hal yang harus
dilakukan saat merawat jenazah sebenarnya meliputi lima hal, yaitu:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalati
4. Membawa ke
tempat pemakaman
5. Memakamkan
Namun, karena kewajiban
membawa jenazah ke tempat pemakaman merupakan kelaziman dari kewajiban
memakamkannya, kebanyakan ahli fiqih tidak mencantumkannya. Sehingga perawatan
mayit hanya meliputi empat hal, yakni memandikan, mengkafani, menshalati dan
memakamkannya.
Dari keempat hal yang
diwajibkan di atas, pada taraf praktek terdapat beberapa pemilahan sebagai
berikut:
1. Orang Muslim
a. Muslim yang
bukan syahid
Kewajiban yang harus dilakukan adalah:
Kewajiban yang harus dilakukan adalah:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalati.
4. Memakamkan.
b. Muslim
yang syahid dunia atau syahid dunia-akhirat,
mayatnya haram dimandikan dan dishalati, sehingga kewajiban merawatnya hanya
meliputi:
a)
M Menyempurnakan kafannya jika pakaian yang dipakainya
tidak cukup untuk menutup seluruh tubuhnya.
b) Memakamkan.
2. Bayi yang
terlahir sebelum usia 6 bulan (Siqtu)
Dalam kitab-kitab salafy dikenal tiga
macam kondisi bayi, yakni:
a) Lahir dalam keadaan hidup. Perawatannya sama dengan
perawatan jenazah muslim dewasa.
b) Berbentuk manusia sempurna, tapi tidak tampak tanda-tanda
kehidupan. Hal-hal yang harus dilakukan sama dengan kewajiban terhadap jenazah
muslim dewasa, selain menshalati.
c) Belum berbentuk manusia sempurna. Bayi yang demikian,
tidak ada kewajiban apapun dalam perawatannya, akan tetapi disunahkan
membungkus dan memakamkannya.
Adapun bayi yang lahir pada usia 6 bulan lebih, baik
terlahir dalam keadaan hidup ataupun mati, kewajiban perawatannya sama dengan
orang dewasa.
3. Orang Kafir
Dalam hal ini orang kafir dibedakan menjadi dua:
a) Kafir dzimmi (termasuk kafir muaman dan mu’ahad)
Hukum menshalati mayit kafir adalah
haram, adapun hal yang harus dilakukan pada mayat kafir dzimmi adalah
mengkafani dan memakamkan.
b) Kafir harbi dan Orang murtad
Pada dasarnya tidak ada kewajiban
apapun atas perawatan keduanya, hanya saja diperbolehkan untuk mengkafani dan
memakamkannya.
Memandikan
Seperangkat peralatan
yang harus disiapkan sebelum memandikan mayit adalah daun kelor (Jawa: widara),
sabun, sampo, kaos tangan, handuk, kapur barus, air bersih dan sebagainya.
Hal-hal penting yang
perlu diperhatikan dalam proses memandikan mayit adalah:
a. Orang yang memandikan harus sejenis
Maksudnya bila mayitnya
laki-laki yang memandikan harus laki-laki begitu pula apabila mayitnya
perempuan, kecuali apabila masih ada ikatan mahrom, suami-istri,
atau mayit adalah anak kecil yang belum menimbulkan syahwat.
Bila tidak ditemukan orang yang boleh memandikan, maka mayit cukup ditayamumi dengan ditutup semua anggota tubuhnya selain anggota tayamum, dan yang mentayamumi harus memakai alas tangan.
Bila tidak ditemukan orang yang boleh memandikan, maka mayit cukup ditayamumi dengan ditutup semua anggota tubuhnya selain anggota tayamum, dan yang mentayamumi harus memakai alas tangan.
Urutan orang yang lebih
utama memandikan mayit laki-laki adalah ahli waris ashabah laki-laki,
kerabat lai-laki yang lain, istri, orang laki-laki lain. Waris ashabah yang
dimaksud adalah:
a) Ayah
b) Kakek dan seatasnya
c) Anak laki-laki
d) Cucu laki-laki dan sebawahnya
e) Saudara laki-laki kandung
f) Saudara laki-laki seayah
g) Anak dari saudara laki-laki kandung
h) Anak dari saudara laki-laki seayah
i) Saudara ayah kandung
j) Saudara ayah seayah
Bagi mayit perempuan,
yang paling utama memandikannya adalah perempuan yang masih memiliki hubungan
kerabat dan ikatan mahram dengannya; seperti anak perempuan,
ibu dan saudara perempuan.
b. Orang yang memandikan dan yang membantunya
memiliki sifat amanah, dalam artian:
1) Kemampuan dalam memandikan mayit tidak diragukan lagi.
2) Apabila ia memberikan suatu kegembiraan yang tampak dari
mayit, maka beritanya dapat dipercaya. Sebaliknya, jika ia melihat hal-hal
buruk dari diri mayit, maka ia mampu merahasiakannya. Nabi Muhammad saw
bersabda:
أُذْكُرُوْا مَحَاسِنَ
مَوْتَاكُمْ وَكُفُّوْا عَنْ مَسَاوِيهِمْ. (رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ
وَالتِّرْمِذِىّ)
“Sebutkanlah
kebaikan-kebaikan orang yang mati diantaramu dan jagalah
kejelekan-kejelekannya.” (HR.
Abu Dawud dan Tirmidzi)
Tempat
Memandikan
Prosesi memandikan
dilaksanakan pada tempat yang memenuhi kriteria berikut:
1) Sepi, tertutup dan tidak ada orang yang masuk, kecuali
orang yang memandikan dan orang yang membantunya.
2) Ditaburi wewangian untuk mencegah bau yang keluar dari
tubuh mayit.
Etika Memandikan
1) Haram melihat aurat mayit, kecuali untuk
kesempurnaan memandikan. Seperti untuk memastikan bahwa air yang disiramkan
sudah merata, atau untuk menghilangkan kotoran yang bisa mencegah sampainya air
pada kulit.
2) Wajib memakai alas tangan saat menyentuh aurat mayit,
dan sunah memakainya ketika menyentuh selainnya.
3) Mayit dibaringkan dan diletakkan di tempat yang agak
tinggi, seperti di atas dipan atau di pangku oleh tiga atau empat orang dengan
posisi kepala lebih tinggi dari tubuh. Hal ini untuk mencegah mayit dari
percikan air.
4) Mayit dimandikan dalam keadaan tertutup semua anggota
tubuhnya. Bila tidak memungkinkan atau mengalami kesulitan, maka cukup
menutup auratnya saja.
5) Disunahkan menutup wajah mayit mulai awal sampai selesai
memandikan.
6) Disunahkan pula memakai air dingin yang tawar, karena
lebih bisa menguatkan daya tahan tubuh mayit, kecuali jika cuaca dingin, maka
boleh memakai air hangat.
7) Menggunakan tempat air yang besar, dan diletakkan agak
jauh dari mayit.
Terima kasih semoga manfaat
BalasHapusTolong ditambah dengan doa doa dan niatnya yang berhubungan dg jenazah
terima kasih, sangat lengkap dan jelas sekali artikelnya. :)
BalasHapus'''''''''''''''''''''''''''
BalasHapus