Acara Maulid Nabi Muhammad SAW tadi malam (26 Februari 2012) diadakan di Perumnas Klender Malaka Sari, Duren Sawit Klender. Yang menjadi pembicaranya adalah ustad Fadhlan dari Tanah Nuu Waar (Papua). Subhanallah yang dibahas adalah pejuangan dan suri tauladan Sayyidina Muhammad SAW. Menanamkan kecintaan kepada beliau SAW yang real aplikatif nya dalam kehidupan sehari-hari, agar negara dan bangsa ini menjadi lebih indah, menjadi "Baldatun toyyibun warobbun ghafuur".
Ustad Fadhlan, begitu beliau akrab disapa, menerangkan, bahwa sebenarnya yang menjadi pokok permasalahan di bumi nusantara ini, semakin carut marut, adalah meninggalkan contoh terbaik dari mahluk yang pernah ada di bumi yaitu Sayyidana Muhammad SAW. Tidak selarasnya antara apa yang ada di mulut dengan aplikatifnya real di kehidupan nyata. Semakin banyaknya orang munafik, terlalu banyak di bumi nusantara ini, bagaimana solusinya, lengkap nya bisa di simak di panel MP3 yang sengaja kami rekan malam tadi (untuk memutarnya silahkan menggunakan K-Lite Mega Codec terbaru: download disini)
UNTUK Ceramah lengkapnya silahkan download di sini:
Wallahu 'alam bishowab.
Semoga bermanfaat, :)
==========
Biografi ustadz Fadhlan (Muhammad Zaaf Fadhlan Rabbani Al-Garamatan): Mengubah Masyarakat Pedalaman Papua
Papua, dikenal sebagai salah satu penghasil emas terbesar di Indonesia. Tak hanya emas, sumber daya alam lainnya pun melimpah. Bumi cenderawasih begitu kaya. Tapi ternyata, kekayaan itu tidak mengangkat derajat hidup masyarakat di sana. Mayoritas masyarakat masih hidup miskin, bahkan sebagaian besar penduduk asli masih tinggal di pedalaman.
Julukan sebagai salah satu provinsi yang tertinggal lantas kerap disematkan pada wilayah paling timur di Indonesia ini. Jika ada orang Papua yang punya keistimewaan, mereka kerap dijuluki sebagai mutiara hitam. Dan salah satu yang layak memperoleh ‘gelar’ itu adalah Muhammad Zaaf Fadhlan Rabbani Al-Garamatan.
Pria kelahiran Patipi, Fak-Fak, 17 Mei 1969 itu, adalah putra dari pasangan Machmud Ibnu Abu Bakar Ibnu Husein Ibnu Suar Al-Garamatan dan Siti Rukiah binti Ismail Ibnu Muhammad Iribaram. Sejak tahun 1985, ia memulai dakwahnya di bumi Papua. Fadhlan, lebih senang menyebut Papua dengan Nuu Waar.
Nuu Waar adalah nama pertama untuk Papua, sebelum berubah menjadi Irian Jaya, dan Papua saat ini. Nuu Waar, dalam bahasa orang Papua, berarti cahaya yang menyimpan rahasia alam. “Papua dalam bahasa setempat berarti keriting. Karena itu, komunitas Muslim lebih senang menyebutnya dengan Nuu Waar dibandingkan Irian atau Papua,” ujar Ustaz Fadhlan kepada Republika, Februari lalu.
Fadhlan menegaskan, berdasarkan catatan sejarah, Islam adalah agama yang lebih dulu masuk ke Nuu Waar, terutama di Fak-Fak, dibandingkan dengan Kristen. Namun, karena misionaris lebih gencar menyebarkan paham agamanya, maka jadilah agama ini tampak dominan. “Padahal, saat ini jumlah umat Islam bisa lebih banyak dari orang Kristen di sana,” ujarnya.
Karena itulah, ustad yang selalu memakai gamis itu terpanggil untuk mengembalikan kejayaan Islam ke bumi Nuu Waar. Di Fak-Fak khususnya, terdapat kerajaan Islam pertama di Papua, dan Fadhlan adalah salah seorang generasi kesekian dari kerajaan Islam itu. Nenek moyangnya dulu adalah penguasa kerajaan Islam disana.
Sebagai penanggung jawab meneruskan kerajaan Islam, Fadhlan berkewajiban untuk membangkitkan kembali kejayaan Islam di Nuu Waar. Ia masuk keluar masuk pedalaman, turun dan naik gunung menyebarkan Islam. Bahkan harus berjalan kaki untuk mengenalkan dakwah Islam kepada penduduk setempat. “Alhamdulillah, sudah banyak yang mengenal Islam.”
Lalu mengapa dirinya tetap mau berdakwah ditengah sulitnya kondisi alam dan luasnya wilayah dakwah? Bagi Fadhlan, disitulah tantangannya. “Kami berkewajiban untuk menyampaikan risalah Islam. Jika di akhirat kelak malaikat bertanya; “Mengapa ada saudaramu di pedalaman yang belum memeluk Islam?” Itu berarti tanggung jawab kita semua, umat Muslim di Indonesia, yang belum mampu mendakwahkan ajaran Islam dengan baik,” terangnya.
Dalam mengenalkan Islam kepada penduduk setempat tidaklah mudah. Banyak tantangan dan rintangan yang dihadapi. Mulai dari soal luas wilayah, kondisi alam yang sulit karena terjal, bebatuan, ada pegunungan, dan lainnya. Namun, semua itu tidak membuat Fadhlan dan rekan-rekannya berhenti dalam berdakwah.
“Dulu, sebelum ada kapal Al Fatih Kafilah Nusantara (AFKN) 1 dan 2, untuk mencapai tempat yang dituju, kami harus berjalan kaki, dan itu bisa membutuhkan waktu hingga tiga bulan. Terkadang ada binatang buas juga. Tapi itu semua adalah tantangan untuk diltaklukkan,” ujarnya.
Rintangan bukan hanya soal kondisi alam saja, tetapi respon penduduk setempat. “Terkadang ada juga yang melemparkan tombak bahkan panah. Ya, itu sudah biasa kami alami. Itu belum seberapa dibandingkan perjuangan Rasulullah. Beliau bahkan diusir dari negerinya (Makkah), karena ketidaksukaan penduduknya menerima dakwah Rasul. Namun beliau tetap sabar. Karena itu pula, kami pun harus sabar,” terangnya.
Begitu beratnya tantangan dakwah, tak sedikit beberapa anggota dai yang dibawa Fadhlan memilih kembali pulang. Mereka ngeri mendengar berbagai ancaman yang ada. “Saya katakan, apakah mereka siap mati syahid? Dari 20 orang yang bertahan hanya tujuh orang.”
Dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, serta tawakal kepada Allah, berbagai usaha dan upayanya, kini membuahkan hasil. Sudah banyak penduduk Papua yang menjadi Muslim. Ia menyebutkan sekitar 221 suku yang sudah memeluk Islam. Jumlah warga tiap suku bervariasi, mulai dari ratusan sampai ribuan. Jika dipukul rata tiap suku seribu orang, maka kerja keras Ustad Fadlan sudah mengislamkan 220 ribu orang Papua pedalaman.
Ini belum termasuk jumlah tempat ibadah yang dibangun. Mungkin ratusan jumlahnya. Itulah mutiara, semakin diasah, maka akan makin mengkilap dan bercahaya terang, seterang cahaya matahari. Kendati berwarna hitam, namun mutiara tetaplah mutiara, dia akan selalu dicari. Dan mutiara hitam itu bernama Fadhlan.