POWER
SUPPLY
Power Supply adalah
bagian pencatu daya bagi rangkaian elektronika. Fungsi utama rangkaian power
supply adalah mengubah tegangan AC jala-jala listrik menjadi tegangan DC yang
dibutuhkan. Saat ini dikenal dua sistem power supply, yaitu:
- Sistem
konvensional dengan trafo step down 50Hz dan
rangkaian penyearah dioda dan elco.
- Sistem switching yang dikenal dengan SMPS (Switching Mode Power Supply)
Power supply digunakan untuk memberikan daya atau tenaga pada sebuah peralatan. Namun dalam prakteknya, power supply yang ada jenisnya ada beberapa macam , karena penggunaan dan karakteristiknya yang sedikit membedakan dengan power supply konvensional. Salah satu jenis Power supply yang lazim digunakan untuk Televisi atau DVD player, yakni jenis power supply SMPS. Dinamakan Switch Mode Power Supply (SMPS) karena sistem kerjanya menggunakan metode switching (pensaklaran) yaitu menghidup matikan tegangan yang masuk ke dalam trafo dengan peralatan/komponen elektronik dengan frekuensi tertentu. Sedangkan nama AC-matic diambil dari salah satu kelebihan dari SMPS yaitu kemampuan power supply bekerja dengan rentang tegangan masukan yang lebar. Pada beberapa jenis smps, mampu bekerja pada tegangan masukan antara 90 s/d 265V dengan output yang sama dan stabil. Karena kelebihan tersebut, smps menjadi auto-voltage regulator atau wide range input regulated power supply (secara Mudahnya Disebut AC-matic).
POWER
SUPPLY KONVENSIONAL / NON SWITCHING
Pada power supply
konvensional, tegangan AC ini lebih dahulu diturunkan melalui sebuah
transformator step down lalu keluaran trafo disearahkan dengan dioda dan
diratakan dengan kapasitor elektrolit (elco). Sering sekali kita mendengar
istilah "power supply" pada bidang elektronik.
Power
supply linier ini masih menonjol untuk kebutuhan daya sedang dan merupakan
jenis catu daya konvensional. Prinsip power supply jenis ini masih
menerapkan mode pengubahan tegangan ac ke dc menggunakan transformator
step-down sebagai komponen utama penurunan tegangan.
Transistor
pada power supply linier berfungsi sebagai resistor yang bisa diatur dimana
perbedaan tegangan vd – Vo antara input dan tegangan keluaran yang
diinginkan melewati transistor dan menyebabkan daya hilang pada power
supply tersebut.
Untuk
memberikan range tegangan masukan ac 60 Hz, dibutuhkan penyearah dan filter
keluaran vd(t) seperti yang diperlihatkan pada gambar1.2. Untuk
meminimalisasi kehilangan daya pada transistor, rasio pada transformator harus
dipilih dengan hati-hati seperti Vd,minpada gambar 1.2 lebih besar
dibanding Vo tetapi tidak melebihi Vo dengan margin yang lebih besar.
Ada dua point penting pada power supply linier, yaitu:
(a)
Dibutuhkan tranformator dengan frekuensi
rendah, kira-kira 60 Hz.
(b)
Transistor beroperasi pada pada daerah
aktifnya. Pada daerah tersebut terjadi kehilangan daya yang signifikan. Oleh karena
itu efisiensi dari power supply linier biasanya berkisar pada range 30 – 60%.
Hal
yang positif dari power supply ini adalah rangkaiannya sederhana (biayanya
lebih kecil), rating daya (<25 W). juga, power supply ini tidak menghasilkan
EMI yang lebih besar dengan peralatan lain
POWER
SUPPLY SWITCHING
Salah satu kelemahan
dari power supply konvensional adalah efisiensinya
yang rendah karena mengambil tegangan dari hasil penyearahan sinyal
sinus. Untuk meningkatkan efisiensi power supply maka sinyal yang disearahkan
harus berupa sinyal kotak. Dalam
hal ini kemudian muncul sebuah power supply sistem baru dengan metode pensaklaran yang disebut sistem switching.
Pada power supply
sistem switching, sinyal AC dari tegangan jala-jala listrik 220V disearahkan lebih dahulu menjadi
tegangan DC melalui sebuah rangkaian dioda penyearah dan elko. Tegangan DC
hasil penyearahan ini kemudian disaklar
on-off secara terus menerus dengan frekuensi tertentu sehingga memungkinkan nilai induktor dari trafo
menjadi kecil. Hal ini khususnya untuk memperkecil ukuran power supply.
Gambar Blok Diagram
Power Supply SMPS
Transformator
(Trafo)
Pada sistem smps, pada
umumnya bekerja pada frekuensi antara 30 s/d 40 KHz. Sehingga tidak heran jika
trafo pada smps menjadi lebih ringkas. Karena frekuensi kerjanya yang tinggi
tersebut, inti dari trafonya tidak lagi menggunakan plat besi tetapi sudah
menggunakan ferit (besi oksida) yang notabene mempunyai kemampuan magnetisasi
dan demagnetisasi lebih cepat daripada besi biasa.
Line
Filter
Line filter befungsi
sebagai filter tegangan masukan, tujuan utamanya untuk menghilangkan
frekuensi-frekuensi liar dari line/jala-jala listrik (selain frekuensi tegangan
AC masukan) yang dimungkinkan bisa mengganggu kerja dari smps. Line filter
dibentuk dari induktor-induktor dan kapasitor-kapasitor yang dipasang secara
seri terhadap tegangan masukan.
Rectifier
Blok penyearah berfungsi sebagai penyearah tegangan AC menjadi tegangan DC.
Komponen-komponen penyearahan terdiri dari dioda-dioda dan elco. Dioda
berfungsi sebagai penyearah dan elco befungsi sebagai filter untuk
menghilangkan denyut ripple pada tegangan DC yang dihasilkan selain
kapasitor-kapasitor yang dipasang paralel terhadap dioda. Jenis penyearahan
pada umumnya menggunakan metode bridge rectifier, yang mempunyai kelebihan pada
tingginya isolasi antara tegangan DC yang dihasilkan dengan tegangan AC
masukan.
Tegangan masukan sekitar 220VAC setelah disearahkan dan melalui elko berubah menjadi sekitar 1,4 x 220 = 308VDC. Jika elko pada penyearah kering, tegangan 308VDC tersebut menjadi tidak tercapai sekaligus terdapat ripple. Akibat terburuknya adalah smps menjadi lebih panas (karena berusaha menstabilkan output dan terganggu bentuk pulsanya oleh DC ripple). Cara termudah mendeteksi ini adalah dengan mengukur tegangan 308V-nya atau munculnya suara mendecit/mengerik pada Trafo utama
Tegangan masukan sekitar 220VAC setelah disearahkan dan melalui elko berubah menjadi sekitar 1,4 x 220 = 308VDC. Jika elko pada penyearah kering, tegangan 308VDC tersebut menjadi tidak tercapai sekaligus terdapat ripple. Akibat terburuknya adalah smps menjadi lebih panas (karena berusaha menstabilkan output dan terganggu bentuk pulsanya oleh DC ripple). Cara termudah mendeteksi ini adalah dengan mengukur tegangan 308V-nya atau munculnya suara mendecit/mengerik pada Trafo utama
StartUp
Di awal sudah disinggung bahwa smps menggunakan frekuensi kerja antara 30 s/d 40 KHz. Karena frekuensi tersebut tidak ditemukan pada tegangan DC, maka sistem smps harus membuat/menggenerasikan sendiri pulsa/denyut tersebut. Metode paling sering ditemukan adalah dengan metode self oscilating (osilasi sendiri). Pada jenis ini, rangkaian smps ibarat sebagai rangkaian osilator frekuensi daya tinggi. Tidak jarang juga ditemukan smps yang menggunakan IC untuk membuat pulsa tersebut, misalnya TDA8380, TEA2261, STR-group dll.
Dalam setiap sistem osilator, dibutuhkan tegangan awal/pemicu yang berfungsi sebagai pemicu awal rangkaian osilator untuk berosilasi. Tegangan pemicu ini muncul beberapa saat setelah smps mendapat tegangan masukan (AC in). Besar tegangan pemicu ini tergantung dari jenis rangkaian smps yang digunakan (contoh, pada STR-F665x osilator akan bekerja jika tegangan pemicu sudah mencapai 16V). Karena sifatnya hanya sebagai pemicu, tegangan ini tidak dipakai lagi ketika smps sudah bekerja. Pada umumnya, tegangan pemicu diambil dari 308V dengan melalui R Atau Transistor Start Up
Di awal sudah disinggung bahwa smps menggunakan frekuensi kerja antara 30 s/d 40 KHz. Karena frekuensi tersebut tidak ditemukan pada tegangan DC, maka sistem smps harus membuat/menggenerasikan sendiri pulsa/denyut tersebut. Metode paling sering ditemukan adalah dengan metode self oscilating (osilasi sendiri). Pada jenis ini, rangkaian smps ibarat sebagai rangkaian osilator frekuensi daya tinggi. Tidak jarang juga ditemukan smps yang menggunakan IC untuk membuat pulsa tersebut, misalnya TDA8380, TEA2261, STR-group dll.
Dalam setiap sistem osilator, dibutuhkan tegangan awal/pemicu yang berfungsi sebagai pemicu awal rangkaian osilator untuk berosilasi. Tegangan pemicu ini muncul beberapa saat setelah smps mendapat tegangan masukan (AC in). Besar tegangan pemicu ini tergantung dari jenis rangkaian smps yang digunakan (contoh, pada STR-F665x osilator akan bekerja jika tegangan pemicu sudah mencapai 16V). Karena sifatnya hanya sebagai pemicu, tegangan ini tidak dipakai lagi ketika smps sudah bekerja. Pada umumnya, tegangan pemicu diambil dari 308V dengan melalui R Atau Transistor Start Up
Switcher
Switcher berfungsi sebagai penswitch utama transformator, pada umumnya menggunakan transistor atau FET. Karakteristik switcher harus mampu menahan arus kolektor/drain yang cukup besar untuk menahan tegangan pada lilitan primer transformator. Arus ini bukan arus konstan melainkan arus sesaat tergantung lebar pulsa yang menggerakkan. Selain kemampuan arus, transistor/fet switcher harus mempunyai frekuensi kerja yang cukup untuk diperkerjakan sebagai switcher.
Switcher berfungsi sebagai penswitch utama transformator, pada umumnya menggunakan transistor atau FET. Karakteristik switcher harus mampu menahan arus kolektor/drain yang cukup besar untuk menahan tegangan pada lilitan primer transformator. Arus ini bukan arus konstan melainkan arus sesaat tergantung lebar pulsa yang menggerakkan. Selain kemampuan arus, transistor/fet switcher harus mempunyai frekuensi kerja yang cukup untuk diperkerjakan sebagai switcher.
Error
Amp/Detector
Rangkaian Error
Amp/detector berfungsi sebagai stabiliser tegangan output. Cara kerjanya adalah
membandingkan tegangan output (diambil dari lilitan sekunder trafo) dengan
tegangan referensi yang stabil. Jika tegangan output terlalu tinggi, rangkaian
ini akan mengendalikan/memberitahu rangkaian primer/switching utama untuk
segera menurunkan tegangan. Kunci dari AutoVoltage berada pada blok ini. Tegangan
sekunder yang dihasilkan dinaikkan dengan cara melebarkan pulsa, dan sebaliknya
untuk menurunkan tegangan output dengan cara menyempitkan pulsa yang masuk ke
switcher (penswitch=TR/FET final).
Jika Error Amp gagal/tidak ada, rangkaian smps akan ‘dipaksa’ untuk menswitch (mengkonsletkan) lilitan primer dengan lama yang melebihi kemampuan switcher, akibatnya TR/FET Final akan rusak.
Lokasi rangkaian error
amp dapat ditemukan di bagian primer (nyetrum/hot) atau bisa ditemukan di
bagian sekunder (non hot area). Pada model-model smps terdahulu, sering
dijumpai pada primer, pada smps yang lebih baru dapat dijumpai pada bagian
sekunder (non hot area) dengan menggunakan optocoupler (mis. PC817, P721, P621
dll) sebagai lintasan sekaligus isolator rangkaian Error Amp. Sanken Error
(SE090, SE115) merupakan IC error amp yang sering dipakai pada smps saat ini.
SE090, SE110, SE115 dan SE lainnya merupakan buatan Sanken/Allegro
Semiconductor.
Snubber Circuit
Jika diartikan secara
harfiah, snubber=mencerca, memang sedikit salah kaprah, tapi sebenarnya memang
tujuannya begitu. Pada sistem smps, trafo diswitch (diberi tegangan sesaat olah
TR/FET final) dengan lama tertentu, kemudian TR/FET akan melepaskan
(meng-off-kan) trafo. Ketika diberi tegangan, inti transformer menjadi magnet
sesaat hingga trafo di-off-kan. Ketika trafo di-off-kan, trafo akan
men-transform energi magnet ke lilitan sekunder hingga trafo di-on-kan lagi
begitu seterusnya.
Tidak seluruh
energi/magnet dalam trafo dapat dipindah semuanya (akibat tidak sempurnanya
trafo=efisiensi trafo) mengakibatkan masih adanya magnet yang ‘tertinggal’ di
dalam inti trafo. Energi magnet yang tertinggal tersebut secara langsung masuk
ke TR/FET melalui kaki kolektor/drain dengan tegangan mungkin lebih tinggi dari
kemampuan kerja TR/FET final. Fungsi utama dari snubber circuit adalah untuk
menghilangkan/mengkonsletkan tegangan tersebut (mempercepat demagnetisasi).
Selain itu, snubber juga dipakai untuk menentukan/mengadjust frekuensi kerja
trafo. Karena sifat ‘mencerca’ kerja smps tersebut akhirnya disebut snubber
circuit. Ciri utama snubber circuit adalah tersusun dari kombinasi C dan R
(dalam beberapa jenis terdapat dioda) yang dipasang secara paralel terhadap
lilitan primer trafo.
Secondary Rectifier
Secondary Rectifier
Tegangan pada sekunder
transformator bukan dalam bentuk AC, melainkan DC yang berbentuk pulsa. tegangan
yang muncul pada sekunder trafo disearahkan dan difilter untuk menghasilkan
tegangan DC sekunder. Karakteristik penyearah/dioda harus mempunyai berjenis
fast rectifier. Misalnya UF4002 (bukan 1N4002). Fast rectifier dimaksudkan
untuk mampu menyearahkan pulsa dengan frekuensi tinggi. Elko perata cukup
menggunakan ukuran beberapa ratus uF, karena frekuensi tegangan yang keluar
dari trafo cukup tinggi (tergantung frekuensi kerja smps).
Blok
Proteksi
Blok proteksi yang
penting untuk kesempurnaan smps antara lain : 1. OVP (over voltage protector)
berfungsi untuk mendeteksi tegangan yang berlebihan. Blok ini akan mengoffkan
smps jika terdeteksi tegangan yang lebih. 2. OCP (Over Current Protection),
berfungsi untuk mendeteksi beban lebih, smps akan off jika terdeteksi pemakaian
lebih pada bebannya. 3. OHP (over heat protection), jika terlalu panas, smps
akan shutdown dengan sendirinya.
Hampir semua blok tersebut sudah masuk dalam satu IC smps. misalnya STR-W575x, STR-F665x dan lain-lain.
Hampir semua blok tersebut sudah masuk dalam satu IC smps. misalnya STR-W575x, STR-F665x dan lain-lain.
KESIMPULAN PERBANDINGAN POWER
SUPLAY KONVENSIONAL DENGAN SISTEM SWITCHING
Tabel 1 Perbandingan
Power Suplay Switching dengan PS Konvensional
No
|
Hal
|
Switching Power
Supply
|
Konvensional
Power Supply
|
1
|
Efisiensi kenaikan temperatur
|
1. Umumnya antara 65 % sampai 85 % suhu 200o C
sampai 400o C masih diterima
|
Umumnya antara 25 % sampai 50 % suhu 500o C sampai 1000o
C tidak umum, tergantung pada teknik pembuangannya.
|
2
|
Tegangan kerut
|
Umumnya diperoleh antara 20 – 59 mVpp, untuk memperoleh tegangan kerut
yang lebih kecil sulit dilakukan.
|
Tidak sulit
mendapatkan tegangan kerut sebesar 5mV, yang lebih kecil bisa dibuat tapi
harga nya mahal
|
3
|
Regulasi keseluruhan
|
Spesifikasi
umum adalah 0,3% sulit untuk memperoleh regulasi yang lebih baik
|
Umumnya 0,1%
dan untuk regulasi yang lebih baik masih dapat di peroleh dengan harga yang
lebih tinggi
|
4
|
Berat
|
60 watt per kg
|
20-30 watt per
kilogram
|
5
|
Volume
|
1 inchi kubik per watt
|
2-3 inchi
kubik per watt, tergantung dari metoda pembuangan panasnya
|
6
|
Isolasi dari transien jala-jala
|
Sangat baik, seringkali lebih dari 60dB
|
Sengat kurang
dibandingkan dengan jenis switching, jala jala yang bersifat noise dapat
mengganggu beban
|
7
|
RFI dan EMI
|
Dapat
mengganggu, memerlukan perhitungan dan penapisan
|
Sedikitnya
bisa menjadi factor yang merugikan
|
8
|
Magnetis
|
Beberapa
rencana dapat menyalurkan magnetis 60 Hz yang besar
|
Perlu magnetis
60 Hz yang mahal dan besar dalam tinggkat daya yang lebih
|
9
|
Keandalan
|
Rencana
dipusatkan agar lebih handal dengan temperature kerja yang lebih dingin
|
Semakin tinggi
temperature kerja semakin berkurang kehandalannya
|
10
|
Harga
|
Melihat
pesatnya teknologi semikonduktor ada kemungkinan pembuatannya lebih murah
dibandingkan dengan linier
|
Umumnya lebih
murah, tapi dengan faktor – faktor yang ada delam system, faktor harga bisa menjadi
lebih tinggi
|
wah BLOG yg bermanfaat banget. jadi tambah wawasan stlh baca POSTING diatas ,
BalasHapusjadi paham soal AC-MATIC/SWITCHING .
thank.......!
syukur bisa bermanfaat gan,, :D
BalasHapusbagi2 catatan saja. biar gak lupa kalo kuliah / setelah kuliah
hatur nuhun atas postingnya..
BalasHapusijin kopas bleh mas? sumber jg q cantumkan
BalasHapusIjin ikutan belajar mas..makasih ya..jadi lebih tahu ttg smps.
BalasHapussangat edukasi...Mau nanya,ketika saya modif trafo switch Smps Reg TV (unuversal reg)29" inc utk dgunakan pada PA audio,kenapa tidak bisa membawa beban meski hanya sebuah tape mobil?.padahal kawat email sekundernya 2,5mm.?.bagaimana kalo saya mengganti Trnya dengan mosfet STW39N60W,apa bisa berfungsi meski tidak memodifikasi transistor buat osilatornya?.
BalasHapusMas, saya mau tanya, saya teknisi CCTV. Kami memasang CCTV kecil 3 buah dan yang besar satu (lebih banyak IR nya) di sebuah lokasi yang memang jaringan listriknya agak kacau. Yang paling bermasalah adalah CCTV yang besar kami, selalu adaptornya mati dalam hitungan 1 atau 2 hari. Biasanya kami menggunakan adaptor DC 12V 1A Switching. Untuk CCTV kecil sudah sebulan lebih tidak bermasalah. Untuk CCTV besar selalu masalah. Saya sudah sampai mengganti CCTV unitnya, ganti dengan adaptor trafo ditambah AVR dari prolink, masih rusak semua baik adaptor switching ataupun trafo. Kira2 ada saran apa ya?
BalasHapusPerbesar ampere,y gan klu ampere,y dah diperbesar masih sama kejadianya berarti ada short komponen dari alat tersebut
HapusThanks ka komplit deh artikelnya
BalasHapusNgebatu buat tugas
Kalo untuk digunakan pada perangkat radio amatir Rig, PSA switching apa yg menjadi kekurangan atau kendalanya...
BalasHapus