Banyak kitab fikih yang membahas detail tentang Haidh dan Istihadhoh (darah kotor/darah penyakit/bukan haidh). Salah satu sumber referensi yang otentik dan komprehensif bisa diambil dari kitab Sabilal Muhtadin karangan Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari. Alamdulillah saya mendapatkan kajian ini di Masjid Al-Hikmah Perumnas 2 Karawaci - Tangerang - Banten, dibawakan oleh KH. Hidayatsyah, SE, MM, MSi. Kitab kuning asli menggunakan bahasa Melayu-Arab, lumayan mudah dipahami dibandingkan kitab kuning arab asli.
Seputar Haid
Haidh merupakan ketetapan Allah SWT terhadap kaum wanita. Senang atau tidak senang, haidh pasti dialami oleh setiap kaum wanita yang normal. Sebuah hadits yang diriwayatkan Sayyidah ‘Aisyah RA menyebutkan: “Ini haidh adalah ketetapan Allah SWT kepada kaum Hawa.” (HR.Bukhori dan Muslim)
Selain sebagai ketetapan, haidh juga merupakan ujian keimanan serta ketaatan bagi kaum wanita terhadap beberapa hukum syariat yang terkait dengan masalah haidh itu sendiri. Diantaranya, haidh berkaitan dengan kewajiban shalat atau masalah boleh-tidaknya suami bersetubuh saat istri sedang haidh. Sehingga, agar dapat beribadah dengan benar, WAJIB hukumnya bagi setiap muslimah untuk mengetahui hukum yang berkenaan dengan masalah haidh.
Untuk membedakan darah haidh dan darah istihadhah, pertama kali perhatikan lama waktunya. Untuk masa haidh, paling sedikit masanya adalah sehari semalam (24 jam) dan paling lamanya adalah 15 hari 15 malam. Sementara itu masa suci (masa diantara dua haidh) paling singkatnya adalah 15 hari 15 malam dan paling lamanya tidak terbatas. Karena bisa jadi jarak antara masa haidh dan masa haidh berikutnya 23 atau 24 hari, sebulan, dua bulan, setahun, atau bahkan bisa jadi lebih dari itu.
Jadi, jika seorang wanita mengelurkan darah kurang dari sehari semalam, lalu setelah itu tidak keluar darah lagi, darah yang keluar adalah darah istihadhoh, apapun bentuk darah dan warnanya. Adapun jika darah yang keluar lebih dari 15 hari 15 malam, darah yang keluar adalah darah haidh sekaligus darah istihadhoh.
Untuk membedakan mana yang darah haidh dan mana yang bukan, yaitu dengan cara melihat warna darahnya. Jika terdapat satu sifat darah saja (misalnya seorang wanita mengeluarkan darah selama 20 hari dan semuanya berwarna merah).
Hukumnya diperinci sebagai berikut :
Pada seorang wanita yang mubtadiah (yang baru pertama kali mengeluarkan darah haidh), yang dihukumi sebagai darah haidh adalah pada yang sehari semalam pertamanya saja. Selebihnya dihukumi darah istihadhoh.
Sedangkan pada wanita yang mutadah (sudah terbiasa atau sudah pernah mengalami haidh walau hanya satu kali) dikembalikan pada kebiasaan haidhnya yang terakhir, sebelum tercampur istihadhoh. Misalnya, pada kebiasaan haidhnya yang terakhir tujuh hari, berarti pada tujuh hari yang pertama dihukumi haidh dan selebihnya dihukumi darah istihadhoh, begitu seterusnya.
Jika darah yang dikeluarkan lebih dari satu warna, misalnya 5 hari pertama mengeluarkan darah hitam, lalu selebihnya mengeluarkan darah merak, yang dihukumi darah haidh adalah darah yang hitam saja, yaitu 5 hari yang pertama, sedang selebihnya adalah darah istihadhoh, baik pada wanita mubtadi’ah maupun mu’tadah. Keadaan ini (lebih dari satu warna) sama sekali tidak dikembalikan kepada masa kebiasaannya labih banyak atau lebih sedikit, tetapi berdasarkan derajat kekuatan darah.
Urutan derajat darah haidh jika dilihat dari sifat dan warnanya adalah sebagai berikut:
- Darah yang berwarna hitam (darah yang lebih kuat),
- Kemudian darah yang berwarna merah (darah yang kuat),
- Lalu darah yang berwarna merah ke-kuning-kuningan (darah yang lemah),
- Kemudian yang berwarna kuning (darah yang lebih lemah),
- Lalu yang berwarna kuning keruh (darah yang sangat lemah).
Selanjutnya harus diperhatikan pula syarat-syarat berikut ini yang dinamakan syarat tamyim dalam hukum istihadhoh:
- Pertama, darah yang kuat tidak kurang dari sehari semalam.
- Kedua, darah yang kuat tidak lebih dari 15 hari 15 malam.
- Ketiga, darah yang lemah tidak kurang dari 15 hari 15 malam jika bersambung terus-menerus (antara darah yang kuat dan darah yang lemah tidak silih berganti).
Jika darah yang kuat memenuhi syarat-syarat di atas, darah yang kuat itu dihukumi darah haidh, dan selebihnya dihukumi darah istihadhoh. Jika tidak memenuhi syarat-syarat di atas, masa haidhnya dikembalikan kepada kebiasaan haidhnya yang terakhir.
Begitu pula sama hukumnya jika darah yang dikeluarkan lebih dari dua sifat atau warna, yang dihukumi darah haidh adalah darah yang terkuat dan kemudian derajat darah yang berikutnya, dengan catatan memenuhi syarat-syarat di atas dan tambahan syarat-syarat berikut :
- Pertama, darah yang lebih kuat keluar lebih dahulu sebelum darah yang kuat dan sebelum darah yang lemah.
- Kedua, antara darah yang lebih kuat dan darah yang kuat tidak terpisahkan oleh darah lemah.
- Ketiga, keduanya memungkinkan untuk menjadi darah haidh secara bersama-sama. Misalnya, antara darah yang lebih kuat dan darah yang kuat jumlah keduanya tidak lebih dari 15 hari 15 malam.
Maka jika darah yang lebih kuat dan yang kuat memenuhi syarat-syarat di atas, keduanya dihukumi darah haidh. Misalnya seorang wanita mengeluarkan darah hitam 5 hari, lalu mengeluarkan darah merah 5 hari, kemudian mengeluarkan darah kuning hingga akhir bulan, maka yang dihukumi darah haidh adalah darah hitam dan merah saja, selebihnya adalah darah istihadhoh.
Atau jika ada wanita mengeluarkan darah hitam 5 hari, lalu darah merah 5 hari, kemudian darah ke-kuning-kuningan 5 hari juga, dan berlanjut dengan darah kuning hingga akhir bulan, yang dihukumi darah haidh adalah darah hitam, darah merah, dan darah merah ke-kuning-kuningan, karena ketiganya dapat bersama-sama untuk menjadi darah haidh dalam waktu tidak lebih dari 15 hari 15 malam, dan selebihnya dihukumi darah istihadhoh.
Kesimpulan
Jika seorang wanita mengeluarkan darah seperti kebiasaan haidhnya, itulah masa haidhnya dan darah yang keluar adalah darah haidh. Jika darah itu terus keluar hingga melewati masa kebiasaannya, jangan mandi suci dulu, tetapi harus menunggu, karena bisa jadi darah akan berhenti sebelum melewati masa paling lama haidh (15 hari 15 malam), sehingga seluruh tempo waktunya itu dihukumi darah haidh walaupun melebihi masa kebiasaannya. Jika masih saja keluar hingga melebihi 15 hari 15 malam, atau jika setelah suci ternyata (sebelum melebihi masa 15 hari 15 malam) keluar lagi, berarti darah yang dikeluarkan terdapat darah haidh dan darah istihadhoh.
----------------------------------------------------
Sumber catatan
- Majalah Alkisah, No.01/ 12-25 Januari 2009
- Fiqhun Nisa’, Habib Segaf bin Hasan bin Ahmad Baharun, Ponpes Darul Lughoh wad Da’wah, Raci-Bangil. Pasuruan, Jawa Timur
- Sabilal Muhtadin, Syaikh Muhammad Arsyad Albanjari RA, Darul Fikri
- Pengajian Kitab Sabilal Muhtadin, Perumnas 2 Karawaci Tangerang - Banten
- Majalah Kaki Langit-Pesantren Langitan Tuban
- Dinukil dari : http://hadialbanjari.blogspot.co.id